Hukum Bekerja di Hotel

Soal:

Assalamu’alaikum. Ustadz, apa hukum bekerja di hotel, karena ada sebagian ikhwan yang melarangnya karena terlalu banyak maksiat. Jazakalloh. (Kukuh, Batam, 08x39136xxxx)

Jawab:

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rosululloh, keluarga, dan sahabatnya.

Pekerjaan yang salah satunya adalah bekerja di hotel adalah salah satu urusan dunia, bukan urusan ibadah. Sedangkan para ulama telah menggariskan satu kaidah umum dalam setiap urusan dunia:

الْأَصْلُ فِيْ الْعَادَاتِ الْإِبَاحَةُ

“Hukum asal pada setiap urusan dunia ialah mubah.”

Bila demikian, dapat diketahui bahwa hukum asal bekerja di perhotelan atau yang lain-nya adalah halal. Berdasarkan prinsip ini lebih jauh para ulama menegaskan bahwa orang yang mengharamkan suatu hal dari urusan dunia, maka ia berkewajiban untuk mendatangkan dalil yang menjadi dasar hukum haram tersebut. Bila ia tidak berhasil mendatangkan dalil, maka klaim haram tersebut tidak dapat diterima alias tertolak.

Perlu diketahui bahwa haramnya suatu pekerjaan secara umum terjadi dikarenakan dua alasan:

  1. Karena pekerjaannya haram, seperti menjadi pekerja seks komersial, tukang pukul, dan yang serupa.
  2. Obyek pekerjaan atau cara menjalankan pekerjaannya yang tidak benar, seperti membungakan piutang, jual beli dengan cara-cara yang tidak benar, tukang masak daging babi, dan yang serupa.

Bila suatu pekerjaan haram karena alasan pertama, maka pekerjaan itu haram secara mutlak. Bagi semua orang dan dengan cara bagaimana pun dijalankan, ia tetap saja haram. Adapun bila suatu pekerjaan haram dikarenakan alasan kedua, maka tidak tepat bila Anda membuat klaim yang bersifat umum semacam ini.

Dengan demikian, pekerjaan di perhotelan yang haram sudah semestinya ditinjau dari kedua alasan di atas. Bila bekerja di perhotelan sebagai penjaja seks komersial, maka tidak diragukan akan keharamannya.

Adapun bila bekerja dalam pekerjaan yang halal, tetapi kadang obyek pekerjaannya atau cara bekerjanya tidak benar, maka pekerjaannya itu haram, namun masih terbuka peluang untuk membenahinya.

Sebagai contoh bila Anda sebagai juru masak, dan oleh pengelola hotel Anda diminta memasak daging babi, maka haram bagi Anda untuk mematuhi perintahnya ini. Dengan demikian, hasil pekerjaan Anda tetap halal, karena Anda tidak melakukan hal yang mungkar pada pekerjaan Anda. Terlebih-lebih bila Anda menegakkan syari’at amar ma’ruf dan nahi munkar, yaitu dengan menasihati pengelola hotel untuk tidak menyajikan makanan yang haram. Akan tetapi, bila Anda mematuhi perintahnya untuk memasak daging babi, maka Anda berdosa dan tentunya penghasilan anda tercampur antara yang halal dan yang haram.

Atau, kalau Anda bekerja sebagai akuntan di suatu hotel dan Anda diperintah untuk mengelola dana hotel dengan cara membungakannya, maka Anda berdosa. Akan tetapi, bila Anda dapat meyakinkan pemilik hotel agar dananya dikelola dengan cara-cara yang benar, maka pekerjaan Anda halal. Wallohu A’lam bish showab.


Disalin dari Majalah al-Furqon No.105, Ed.01, Th. Ke-10_1431/2010, Rubrik Soal-Jawab Muamalah hal.39, Asuhan Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri خفظه الله

Download:
Download Word

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s