Apa Definisi Anak Yatim

Soal:

Assalamu’alaikum, Ustadz, mohon diulas definisi anak yatim. Misalnya, bapak biologis dari anak hasil zina meninggal dunia atau kabur atau pergi meninggalkan anak yang masih kecil, apakah itu disebut anak yatim?

Bagaimana pula dengan anak yang ditinggal mati oleh ibunya, apakah juga disebut anak yatim? Dan sampai kapankah status yatim itu masih berlaku? Terima kasih.

(Soewadji, Pondok Bambu RT 010/07 No.20 Jakarta Timur).
+628787898xxxx

Jawab:

Dalam bahasa Arab, kata yatim/yatimah berarti anak kecil yang kehilangan (ditinggal mati) ayahnya.[1] Begitu juga dalam istilah agama maknanya sama, tidak mengalami perubahan.[2] Batasannya adalah sampai dia dewasa (baligh), sebagaimana penjelasan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ

Tidak ada keyatiman setelah mimpi (Sunan Abu Dawud, no. 2873 dan dihukumi shahih oleh syaikh al-Albani)

Yang dimaksud dengan mimpi dalam hadits ini adalah mimpi basah yang merupakan penanda baligh. Termasuk dalam hukum ini juga penanda baligh yang lain, yakni tumbuhnya rambut kemaluan atau sudah mencapai umur 15 tahun, juga haid bagi wanita.[3]

Baca lebih lanjut

Apakah Suami Wajib Mengeluarkan Zakat Perhiasan Istri?

Soal:

Haruskah suami mengeluarkan zakat untuk perhiasan istrinya?

Jawab:

Syaikh bin Baz  رحمه الله menjawab:

Dia tidak harus mengeluarkan zakatnya, namun jika dia mau membantu dan istrinya ridla maka tidak masalah. pada dasarnya kewajiban zakat perhiasan itu atas dirinya, karena dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dialah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya dan bukan suaminya.[]

Disalin dari Risalah Pilihan, Karya Syekh Bin Baaz, hal. 131.

Hukum Suami Membayar Zakat Istrinya

Soal:

Bolehkah suami mengeluarkan zakat mal dengan niat untukku. perlu diketahui bahwa dialah yang memberiku uang? Dan bolehkan zakat diberikan pada anak saudaraku yang ditinggal mati suaminya sementara anak itu berencana untuk menikah, mohon jawabannya.

Jawab:

Kewajibanmu mengeluarkan zakat terhadap hartamu jika telah mencapai satu nisab baik emas atau perak atau lainnya dari harta yang wajib dizakati. Jika suamimu telah mengeluarkan zakatnya sesudah mendapatkan izin darimu maka tidak masalah. Demikian pula jika yang mengeluarkan itu adalah bapakmu, saudaramu, atau yang lainnya setelah ada izin darimu.

Dan diperbolehkan memberikan zakat kepada anak saudaramu jika ia termasuk orang miskin. Semoga Allah memberikan taufiq pada kita semua.[]

Disalin dari Risalah Pilihan, Karya Syekh Bin Baaz, hal. 130-131.

Orang Tua Menafkahi Dengan Harta Haram

Soal:

Assalamu’alaikum. Ana mau tanya, ana seorang anak yang duduk di kelas 3 SMK. Ana tinggal bersama keluarga yang jauh dari agama, semuanya tidak shalat kecuali ana. Kemudian, orang tua menafkahi ana dengan cara yang haram. Bagaimana solusinya karena pada saat ini ana belum bisa cari uang sendiri karena masih sekolah dan ana takut amalan ibadah ana tidak diterima Allah karena ana diberi makan dari cara yang haram. Mohon nasihatnya.

Jawab:

Wa’alaikumussalam. Hendaknya antum jangan henti-henti menasihati orang tua dan keluarga. Kalau semua pendapatan orang tua atau sebagian besar haram maka tidak boleh antum memakan darinya kecuali dalam keadaan darurat seperti kesusahan yang sangat. Apabila nanti antum sudah mampu maka segera mencari uang sendiri yang halal. Amalan ibadah tetap diterima bila memenuhi syarat diterimanya ibadah.[]

Sumber: Majalah Al-Furqon No.149 Ed. 01 Th. Ke-14, hal.6 Rubrik Soal-Jawab Asuhan Ustadz Abdullah Roy, Lc, MA.

Hukum Tidak Membayar Zakat Istri dan Anak

Soal:

Bagaimana hukumnya seorang suami yang tidak pernah membayarkan zakat [Fitrah] untuk istri dan anak-anaknya? anak dan istri ini di tinggal sudah 4 tahun dan tidak diberi nafkah, sedangkan anak tiri dibayarkan zakatnya, sehingga istri mencari nafkah sendiri dan untuk anak-anaknya, mohon penjelasannya.

Jawab:

Mari kita mengintrospeksi diri masing-masing, setiap orang diberikan amanah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang lemah yang ada disekitar kita, anak, istri ini adalah amanah dari Allah, kita para lelaki adalah pemimpin, bila kita menyalahkan pemimpin-pemimpin kita maka salah kan diri kita masing-masing, apakah kita telah adil, bijak memimpin anak, istri dan keluarga, Allah tidak menginginkan anda melakukan seperti ini dan mengatakan :

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا

Baca lebih lanjut

Warisan dari Lelaki Tanpa Anak

Soal:

Assalamu’alaikum. Ustadz, ada seorang istri ditinggal mati suami dengan harta banyak, namun mereka tidak punya anak. Si suami punya saudara laki-laki dan perempuan, orang tuanya masih hidup. Bagaimana hak masing-masing? Syukran, Ustadz.

(Abu Nada, Bekasi)

Jawab:

Wa’alaikumussalam. Istri mendapat seperempat bagian. Ibu mendapat seperenam. Sisanya untuk ayah. Saudara laki-laki dan saudara perempuan tidak mendapat bagian sedikit pun karena terhalangi ayah.[]

Disalin dari Majalah al-Furqon no. 147, Ed. 10 Thn. Ke-13, Rubrik Soal-Jawab, hal. 5, diasuh oleh: al-Ustadz Abdullah Roy, Lc. MA حفظه الله

Bacaan lebih lanjut:

Masalah Warisan dan Perinciannya
Sofware Warisan:
1. Software Penghitung Warisan untuk Komputer
2. Software Penghitung Warisan untuk Android
3. Software Penghitung Warisan ONLINE

Hukum Tinggal di Keluarga Penentang Sunnah

Soal:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika biaya listrik sebuah keluarga, ditanggung oleh anak sulung yang hasilnya berasal dari kerja di bank, bagaimana anggota ketuarga yang lain dalam memanfaatkan listrik di rumah tersebut? Apakah termasuk juga dalam kategori memakan harta yang haram juga? Bagaimana hukumnya tinggal bersama keluarga pemakan harta haram dan penentang Sunnah? Saya takut shalat saya tidak diterima?

628573249xxxx

Jawab:

Uang yang dihasilkan dari bekerja di bank ribawi termasuk harta yang haram likasbihi (karena cara memperolehnya). Uang ini tidak termasuk harta yang haram li’ainihi (karena zatnya), seperti uang curian, bangkai dan minuman memabukkan. Harta yang haram karena zatnya (li’ainihi) tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun. Sedangkan harta yang haram karena cara memperolehnya (likasbihi) hanya haram dipakai oleh orang yang memperolehnya langsung.

Sehubungan dengan pertanyaan, uang itu hanya haram dipakai oleh si anak sulung yang bekerja di bank ribawi. Adapun jika uang itu sampai kepada orang lain dengan cara yang halal, misalnya sebagai hadiah atau nafkah, orang lain boleh memakai uang itu.[1] Dasar hukumnya adalah bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menerima undangan orang-orang Yahudi dan memakan makanan yang dihidangkan mereka, padahal orang-orang Yahudi pada umumnya berpenghasilan tidak bersih, baik dari riba maupun yang lain.

كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، وَلا يَأْكُلْ الْصَّدَقَةَ، فَأَهْدَتْ لَهُ يَهُودِيَّةٌ بِحَيْبَرَ شَاةً مَصْلِيَّةً سَمَّتْهَا، فَأَكَلَ رسول الله صلى الله عليه وسلم مِنْهَ

Baca lebih lanjut

Syarat Khulu’ (Minta Cerai)

Soal:

Kapankah seorang wanita diperbolehkan khulu’?

08527141xxxx

Jawab:

Khulu’ ialah perceraian antara pasangan suami istri dengan keridhaan keduanya, dan dengan imbalan yang diserahkan istri kepada suaminya. Allah عزّوجلّ menjelaskan permasalahan ini dalam firmanNya:

وَلا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلا أَنْ يَخَافَا أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri utuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka ituiah orang-orang yang zhalim. (QS. al-Baqarah/2:229).

Baca lebih lanjut

Mahram

Soal:

Ustadz, keponakan bapak si akhwat, yaitu sepupu laki-laki, apakah ia termasuk mahram bagi akhwat tersebut? Syukran.

0813985xxxx

Jawab:

Permasalahan mahram, telah dijelaskan oleh Allah عزّوجلّ; di dalam al-Qur’an, surat an-Nisa’/4 ayat 22-24 (yang artinya):

Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah di kawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian, (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Baca lebih lanjut

Ikut Lomba Demi Bakti Kepada Orang Tua

Soal:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Saya seorang pelajar. Saya tahu bahwa orang yang mengikuti lomba dengan membayar pendaftaran dan jika menang mendapatkan hadiah itu termasuk riba atau dilarang.

Pertanyaan saya: Apa saya boleh mengikuti lomba, seperti sains, dengan membayar uang pendaftaran, tetapi dengan niat jika menang bisa membanggakan orang rua dan guru karena saya murid yang banyak mendapat bantuan sehingga saya ingin membanggakan mereka. Jazakumullahu khairan. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu. Nasihat kami: Hendaklah Saudari mencari wasilah dan cara lain untuk berbakti kepada kedua orang rua.

Alhamdulillah, pintu-pintu berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada guru cukup banyak, seperti mendo’akan mereka, membantu mereka semampunya, berkata baik kepada mereka, dan lain-lain. Niat yang baik harus diiringi dengan cara yang benar.[]

Disalin dari Majalah al-Furqon No.130, Ed.03, Th. Ke-13_1434/2013, Rubrik Soal-Jawab hal.5, Asuhan Ustadz Abdullah Roy, Lc. MA حفظه الله

Download:
Download Word