Memajang Pakaian Dengan Patung

Soal:

Bagaimana hukum menjual baju yang dipajang dengan menggunakan patung yang tidak ada kepala, kaki dan tangan ?

Jawab:

Memajang gambar makhluk bernyawa atau memajang patung yang bernyawa untuk tujuan apapun hukumnya haram,[1] bahkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم memperingatkan. bahwa Malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat gambar dan patung yang bernyawa. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةُ

Baca lebih lanjut

Menyewakan Masjid Untuk Akad Nikah

Sering kali dijumpai adanya masjid yang disewakan dalam rangka pelaksanaan akad nikah ataupun kegiatan pengajian.

Bahkan di Jogjakarta dijumpai sebuah masjid yang disewakan untuk akad nikah yang hanya menghabiskan waktu beberapa jam saja dengan biaya tiga juta rupiah!!.

Bolehkah perbuatan semacam ini?

أنه قد ذهب جماعة من الفقهاء إلى كراهة إجارة المسجد وعللوا ذلك بأن المساجد لا تبنى للكراء

Markaz Fatwa yang diketahui Dr Abdullah al Faqih mengatakan, “Sejumlah pakar fikih berpendapat bahwa menyewakan masjid itu hukumnya makruh. Mereka beralasan bahwa masjid tidaklah dibangun untuk disewakan”.

Baca: http://www.islamweb.net/ver2/Fatwa/ShowFatwa.php?lang=A&Id=53197&Option=FatwaId

Di antara pakar fikih yang menilai makruh penyewaan masjid adalah Ibnu Qasim al Maliki.

قُلْتُ : أَرَأَيْتَ إنْ بَنَى رَجُلٌ مَسْجِدًا فَأَكْرَاهُ مِمَّنْ يُصَلِّيَ فِيهِ ؟ قَالَ : لَا يَصْلُحُ هَذَا فِي رَأْيِي ؛ لِأَنَّ الْمَسَاجِدَ لَا تُبْنَى لِلْكِرَاءِ .

Ibnul Qasim mendapat pertanyaan, “Apa pendapat Anda mengenai seorang yang membangun masjid lantas masjid tersebut dia sewakan kepada orang yang mau mengerjakan shalat di dalamnya?”. Jawaban beliau, “Menurut pendapatku hal ini tidak sepantasnya dilakukan. Sesungguhnya masjid tidaklah dibangun untuk disewakan” (al Mudawwanah 10/357, Syamilah).


Artikel www.ustadzaris.com dimuat ulang di Blog Soal & Jawab

Baca pula:
Hukum Akad Nikah di Masjid

Hukum Jual Beli di Masjid

Soal:

“Banyak masjid di Amerika terdiri dari ruang utama yang dipergunakan untuk shalat dan beberapa ruangan yang menempel dengan masjid. Apakah diperbolehkan mengadakan transaksi jual beli untuk kepentingan masjid di ruangan-ruangan tersebut? Bolehkah mengadakan transaksi jual beli di ruangan yang dipergunakan untuk shalat? Bolehkah mempromosikan barang dagangan ataupun jasa di ruangan tersebut?”

Jawab:

Al Lajnah Ad Daimah menjawab:

“Tidak boleh mengadakan transaksi jual beli ataupun promosi barang dagangan di ruangan yang dipergunakan untuk shalat jika ruangan tersebut adalah bagian dari masjid.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ

“Jika kalian mengetahui ada orang yang melakukan transaksi jual beli di masjid maka ucapkanlah ‘moga Allah tidak memberikan keuntungan dalam perdaganganmu” (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضَالَّةً فِي الْمَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لَا رَدَّهَا اللَّهُ عَلَيْكَ

“Siapa saja yang mendengar ada orang yang mengumumkan barang yang hilang di masjid maka hendaknya dia berkata, moga Allah tidak mengembalikan barang tersebut kepadamu.” (HR Ahmad, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Baca lebih lanjut

Apakah ini Termasuk Jual Beli di Masjid?

Soal:

Apakah termasuk jual beli di masjid, bila panitia zakat fithri juga melayani pembayaran zakat fithri dengan uang setara dengan zakat fithri 3 kg, dengan akad titip uang kepada panitia untuk dibelikan beras di pasar. Akad tersebut dilakukan di dalam masjid, apakah cara seperti menyelisihi Sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم? Apakah kami harus tegas hanya menerima zakat fithri dalam bentuk makanan pokok saja dan tidak menerima titipan uang untuk dibelikan zakat fithri seperti yang kami uraikan di atas? Dan kami mengambil kebijakan seperti itu (hanya beras, tidak menerima titipan uang) sebenarnya juga bisa atau tidak ada halangan, atau apakah dalam masalah ini ada kelapangan atau boleh-boleh saja? Mohon pencerahannya ustadz. (Edi, Sukoharjo) 62815676xxxx

Jawab:

Baca lebih lanjut

Saya Diberi Uang Karena Sebuah Tugas

Soal:

Saya bekerja di sebuah kantor pemerintahan. Saya diberi tugas di sebuah kota tertentu dalam jangka waktu dua puluh hari. Namun saya telah menyelesaikan tugas tersebut dalam jangka waktu tujuh hari dan saya kembali pada pekerjaan saya di kantor. Beberapa waktu kemudian saya diberi uang sebagai ganti penugasan tersebut untuk waktu dua puluh hari. Apakah boleh saya menerima jumlah uang tersebut sedangkan pihak kantorpun termasuk pimpinannya mengetahui hal tersebut. Dan itu termasuk kemashlahatan dalam pandangannya. Apabila tidak diperbolehkan, apa yang harus saya lakukan?

Jawab:

Syaikh ibn Jibrin رحمه الله menjawab:

Apabila pekerjaan yang ditugaskan adalah banyak dan berat yang biasanya hanya bisa diselesaikan dalam jangka waktu dua puluh hari, namun Anda bekerja keras dan bekerja tidak seperti biasanya sehingga Anda mampu menyelesaikan banyak pekerjaan dalam jangka waktu tersebut, maka Anda berhak menerima upah sesuai kadar waktu yang panjang tersebut. Apalagi pihak kantor dan pimpinan me-ngetahuinya, sebagaimana yang Anda sebutkan di atas. Wallahul muwaffiq. (Fatawa Islamiyyah karya Al-Musnad IV/313)


Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 96-97

Download:
Saya Diberi Uang Karena  Sebuah Tugas: DOC atau CHM

Baca pula:
Saya Diberi Uang Lembur

Saya Diberi Uang Lembur

Soal:

Saya bekerja di salah satu kantor pemerintahan. Terkadang kami diberi uang lembur dari kantor kami tanpa diberi tugas di luar waktu kerja tersebut dan tanpa harus datang ke kantor. Mereka menganggapnya sebagai gaji bagi para pegawai dari waktu ke waktu. Sedangkan pimpinan kantorpun mengetahui dan membiarkan hal tersebut.

Kami mohon diberikan jawaban atas hal ini, apakah boleh kami menerima uang tersebut. Jazakumullah Khairan? Apabila tidak diperboleh-kan, apa yang harus saya kerjakan atas uang yang saya terima, sedangkan saya sendiri telah menggunakan uang tersebut. Jazakumullah khairan?

Jawab: Baca lebih lanjut

Kertas yang ada Lafadz Allah

Soal:

Pekerjaan saya berkaitan langsung dengan kertas-kertas dan berbagai transaksi yang tertera di dalamnya lafadz-lafadz Allah, maka apa yang wajib saya lakukan terhadap kertas-kertas tersebut?

Jawab:

Syaikh bin Bazz رحمه الله menjawab:

Kertas-kertas yang terdapat lafadz-lafadz Allah, maka harus disimpan dan dijaga supaya tidak dihinakan dan diinjak-injak sampai selesai berurusan dengan kertas-kertas tersebut. Apabila sudah selesai dan tidak dibutuhkan lagi, maka hendaklah ditanam di tempat yang suci, dibakar atau disimpan di tempat-tempat yang terjaga supaya tidak terbuang di sembarang tempat, seperti di laci atau rak-rak dan lain sebagainya…Wallahu musta’an. (Majmu’ Fataawa Ibnu Bazz III/1149)


Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 98-99

Download:
Kertas yang ada Lafadz Allah: DOC atau CHM

Baca pula:
Makan dan Minum Beralaskan Koran

Hukum Pegadaian

Soal:

Bagaimana hukum pegadaian dalam Islam? Mohon penjelasan.

(Hamba Alloh, Polman-Sulbar, +628524201xxxx)

Jawab:

Pegadaian disyari’atkan dalam Islam, sebagaimana firman Alloh Ta’ala dalam surat al-Baqoroh ayat 283 dan sunnah Nabi صلى الله عليه وسلم tatkala beliau menggadaikan baju besi kepada seorang Yahudi. Namun yang menjadi per-masalahan adalah pegadaian yang ada saat ini menerapkan sistem “bunga” dan sistem “hangus” jika sudah lewat tempo, atau mensyaratkan akan memanfaatkan barang gadai tersebut, dan hal ini tidaklah sesuai dengan syari’at.

Berikut Fatwa Syaikh Jibrin tentang tata cara yang dilakukan oleh pihak pegadaian atau orang yang menggadai jika telah lewat masa temponya. Beliau menjawab: “Tidak dilarang menjual barang gadai tersebut karena pegadaian (tempat menggadai) menahan barang tersebut sebagai jaminan piutangnya (uang atau barang yang diambil orang yang menggadai). Jika telah lewat masa temponya dan barang itu masih dipegangnya sedangkan orang yang menggadai belum menebusnya maka boleh baginya untuk menjual barang gadaian tersebut dan mengambil piutangnya saja. Bagi orang yang menggadai bisa menjualnya kepada pihak pegadaian atau yang lainnya dan memberikan hak pihak pegadaian (berupa uang atau barang yang telah ia ambil).” (Fatawa Syaikh Jibrin 7/14)

Baca lebih lanjut

Berbohong untuk Mendapatkan Cuti

Soal:

Alasan yang disampaikan oleh para pegawai kepada pimpinannya terkadang banyak yang bohong. Apa pendapat Anda?

Jawab:

Syaikh al-Fauzan خفظه الله menjawab:

Setiap muslim berkewajiban untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan perbuatan dusta dan tipu muslihat hanya sekedar untuk meninggalkan tugasnya yang telah ditugaskan kepadanya dengan mengharap gaji. Dan bagi pemimpin pada job-job tertentu yang selalu bersama dengan karyawan, hendaklah mereka selalu takut kepada Allah dan teliti dalam memberikan cuti kepada karyawan sesuai dengan metode yang benar menurut peraturan kepegawaian. Dan hendaklah mereka menutup segala pintu bagi orang-orang yang melakukan penipuan dan permainan. Karena hal ini termasuk amanah yang dibebankan kepada semua orang yang akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Allah Tabaaraka wa Ta’ala. (Al-Muntaqaa Min Fatawa Al-Fauzan V/218)


Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 85-86, dengan judul: Berbohong Dalam Beralasan untuk Mendapatkan Cuti

Download:
Berbohong Dalam Beralasan untuk Mendapatkan Cuti: DOC atau CHM

Hindarilah Sifat Munafik dan Suap

Soal:

Apakah orang yang mendekati pimpinannya dengan melaksanakan pekerjaan dengan baik, memberikan hadiah yang sangat berharga, pura-pura menghormatinya padahal ia tidak menyukainya bahkan berharap pimpinan terse-but segera diganti dengan yang lainnya. Apakah hal ini termasuk kemunafikan? Perlu diketahui bahwa pimpinan tersebut memiliki sifat-sifat terpuji?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Hendaklah ia mengikhlaskan diri kepada Allah dan mendo’akannya tanpa sepengetahuannya semoga Allah memberinya hidayah dan taufiq serta hendaklah ia tidak perlu memberinya hadiah. Janganlah memberi hadiah dalam posisi seperti ini, karena terkadang masuk dalam kategori suap.

Namun hendaklah ia selalu ikhlas dan mendoakannya dalam sujud dan di akhir shalatnya, semoga Allah memberinya taufiq dan menolongnya untuk menunaikan amanah. Karena seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya.

Jauhilah oleh Anda sikap munafiq dan perbuatan suap. Adapun ucapan yang baik maka hal itu sangatlah dianjurkan, seperti ucapan: Assalaamu ‘alaikum, bagaimana kabarmu? Bagaimana kabar keluargamu? Dan lain sebagainya.[] (Fatawa Islamiyyah, karya Al-Musnad IV/317)


Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 83-84

Download:
Hindarilah Sifat Munafik dan Suap: DOC atau CHM