Hukum Melagukan Adzan dan Memerdukan Suara

Soal:

Kami mengharapkan Syaikh menerangkan tentan hukum melagukan Adzan dan memerdukan suara?

Jawab:

Syaikh Masyhur Hasan Salman خفظه الله menjawab :

Adzan adalah Ibadah dan  ketaatan yang dituntut agar muadzdzin melafazhkannya dengan tarassul (berlahan-lahan), sebagaiamana Rasulullah memilih  Abu Mahzurah sebagai muadzdzin dan memerintahkan seseorang yaitu Abdullah Ibn Zaid  untuk mengajarinya Adzan. Dalam Adzan dibutuhkan at-tarassul dengan  batasan syariat dan tidak boleh berlebihan memanjangkannya.Hal ini juga berlaku  dalam membaca al-Qur’an. Adapun lagu-lagu yang berlebih-lebihan tidak disyariatkan. Hukum-hukum bacaan yang telah ada adalah standar dalam hal tilawah ditambahi dengan tarassul ketika mengumandangkan Adzan.

Adapun hukum-hukum fikih yang dibicarakan ulama dalam hal wajibnya mendatangi jamaah sholat  ketika mendengar Adzan maksudnya ialah Adzan yang dikumandanggkan oleh seorang muadzdzin yang bersuara tinggi. Wallahu a’lam.[]

Disalin dari Tanya Jawab bersama Masyaikh Markaz Imam Albani pertanyaan ke-12 yang eBooknya dari AbuSalma.

Download:
Hukum Melagukan Adzan dan Memerdukan Suara
Download Word

Hukum Adzan Kedua di Hari Jum'at

Adzan Saat Shalat JUM’AT
dan Tatswib Saat SUBUH

Soal:

Assalamu’alaikum. Kami mendapati pada sebagian masjid ada yang menjadikan adzan untuk shalat Jum’at sekali dan ada yang dua kali, sebagaimana ada juga yang menjadikan tatswib pada adzan pertama sebelum subuh dan ada yang saat adzan subuh. Kami mohon penjelasan tentang perbedaan ini. Manakah yang benar dan bagaimana menyikapinya?! Jazakumullahu khairan. (Hamba Allah, via sms)

Jawab:

Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan ulama sejak dahulu hingga sekarang. Sebab itu, sebelum kami mengetengahkan jawaban atas pertanyaan ini, perlu kiranya kami menghimbau kepada saudara-saudara kami untuk menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah seperti ini dengan bijak, yaitu sikap lapang dada. Masalah ini juga hendaknya menjadikan kita untuk lebih memperluas wacana tentang perselisihan ulama, karena sebagaimana kata Imam Qatadah, “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih.”[1]

Adapun mengenai pertanyaan Saudara, terdapat dua permasalahan yang perlu dijelaskan:

MASALAH KEDUA: ADZAN JUMAT DUA KALI[1]

Adzan untuk shalat Jum’at pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم hanya sekali saja, demikian juga pada masa Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما, yaitu ketika imam naik di atas mimbar. Namun, tatkala pada masa Khalifah Utsman رضي الله عنه, beliau menambah adzan kedua untuk shalat Jum’at karena melihat banyaknya orang.

عَنْ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا، أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Baca lebih lanjut

Kapan Tambahan Adzan Subuh Diucapkan

Adzan Saat Shalat JUM’AT
dan Tatswib Saat SUBUH

Soal:

Assalamu’alaikum. Kami mendapati pada sebagian masjid ada yang menjadikan adzan untuk shalat Jum’at sekali dan ada yang dua kali, sebagaimana ada juga yang menjadikan tatswib pada adzan pertama sebelum subuh dan ada yang saat adzan subuh. Kami mohon penjelasan tentang perbedaan ini. Manakah yang benar dan bagaimana menyikapinya?! Jazakumullahu khairan. (Hamba Allah, via sms)

Jawab:

Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan ulama sejak dahulu hingga sekarang. Sebab itu, sebelum kami mengetengahkan jawaban atas pertanyaan ini, perlu kiranya kami menghimbau kepada saudara-saudara kami untuk menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah seperti ini dengan bijak, yaitu sikap lapang dada. Masalah ini juga hendaknya menjadikan kita untuk lebih memperluas wacana tentang perselisihan ulama, karena sebagaimana kata Imam Qatadah, “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih.”[1]

Adapun mengenai pertanyaan Saudara, terdapat dua permasalahan yang perlu dijelaskan:

MASALAH PERTAMA: TATSWIB[2]

Tatswib adalah ucapan seorang muadzin اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ (artinya: “Shalat lebih baik dari-pada tidur”). Tatswib hukumnya sunnah pada adzan shalat Subuh saja[3], selain shalat Subuh tidak disyari’atkan. Hanya, kapankah tatswib diucapkan? Apakah pada adzan pertama sebelum subuh ataukah adzan subuh setelah terbit-nya fajar? Masalah ini diperselisihkan ulama:

Pendapat Pertama

Tatswib disyari’atkan pada adzan pertama sebelum subuh. Ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali[4] dan dipilih oleh ash-Shan’ani[5] dan Syaikh Albani[6]. Dalil mereka adalah sebagai berikut:

Baca lebih lanjut

Seruan 'Hayya 'Alal Falah' Juga Untuk Wanita?

Soal:

Saya membaca majalah As-Sunnah edisi 08/XIII tentang arti ‘hayya ‘alal falah’. Apakah seruan tersebut juga untuk wanita? Karena saya seorang wanita yang ditinggal suami, masjid kurang lebih 150 meter dari rumah, tetapi untuk jama’ah shubuh saya sering tidak berangkat, sebab kadang merasa takut karena jalanan sepi, agak gelap, dan melewati kebun-kebun.

Jawab:

Seruan tersebut asalnya umum, bagi laki-laki dan bagi wanita. Namun syari’at mengecualikan bagi para wanita, yaitu bahwa shalat wanita di rumahnya sendiri lebih utama, walaupun dia juga boleh pergi ke masjid dengan syarat memenuhi adab-adabnya. Dalil shalat wanita lebih baik di rumah adalah hadits di bawah ini:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Janganlah kamu melarang istri-istri kamu pergi ke masjid, namun rumah mereka lebih baik bagi mereka”.[1]

Baca lebih lanjut

Adzan Untuk Sholat di Tempat Kerja

Soal:

Apabila kami di dalam tempat kerja yang berada tidak terlalu jauh dari masjid, maka apakah boleh mengumandangkan adzan di tempat kami kerja?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Kalian wajib shalat di masjid dengan berjamaah, berdasarkan sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ مَنْ عَذْرٍ

“Barangsiapa yang mendengar adzan lalu ia tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali jika ada udzur.”[1]

Apabila ada halangan yang terpaksa menghalangi untuk melaksanakannya, maka kalian dibolehkan adzan dan iqamah di tempat kalian, berdasarkan keumuman dalil syar’i berkenaan dengan masalah ini.[2]

Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 24


[1] Shahih Sunan Ibnu Majah, dengan lafadz  فَلَمْ يَأْتِهِ

[2] Majmu’u Fatawa bin Bazz (IV/172)

Download:
Adzan Untuk Sholat di Tempat Kerja: DOC atau CHM

Tambahan Adzan Subuh Kapan di Ucapkan?

Soal:

Ketika adzan fajar, apakah lafadz اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ diucapkan pada adzan yang pertama atau adzan yang kedua?

Jawab:

Imam al-Albani رحمه الله menjawab:

Lafadz اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ diucapkan pada adzan yang pertama (sebelum masuk waktu subuh ~pent), sebagaimana masalah ini sangat jelas disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih riwayat an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah. Hadits ini mempunyai syahid dari hadits ‘Abdullah Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما, bahwasanya tatswib (lafadz اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ) di zaman Rasulullah صلي الله عليه وسلم diucapkan pada azan pertama. Ini ditinjau dari segi periwayatan hadits.

Sunnah ini menjadi lebih kuat jika dipelajari dan dicermati tentang hikmah yang terkandung pada makna kalimat ini “Shalat itu lebih baik daripada tidur”, karena sesungguhnya adzan yang pertama berfungsi membangunkan orang yang sedang tidur, dan agar mereka yang akan berpuasa dapat bersahur. Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ، وَكَانَ رَجُلًا أَعْمَى لَا يُنَادِي حَتَّى يُقَالَ لَهُ أَصْبَحْتَ أَصْبَحْتَ

“Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, maka makan dan minumlah kamu hingga adzannya ‘Abdullah bin Ummi Maktum (Abdullah Ibnu ‘Umar berkata: ~pent) dan dia (‘Abdullah Ibnu Maktum orang yang buta, ia tidak mengumandangkan adzan hingga dikatakan padanya: ‘telah masuk waktu subuh, telah masuk waktu subuh”‘ (Bukhari dan Muslim).[1]

Dengan demikian tepatlah seorang yang mengumandangkan adzan yang pertama untuk mengucapkan اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ karena sebagian orang masih tidur, maka dikatakan kepada mereka ucapan tersebut yang artinya “shalat itu lebih baik daripada tidur”.

Adapun setelah mereka terbangun dari tidurnya dan berbondong-bondong menuju ke masjid, apa perlunya mengucapkan “ash-shalatu khairum minan naum”?. Karena orang-orang yang tidur telah bangun dari tidur mereka. Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, maka penempatan lafazh tersebut pada adzan yang kedua menafikan dan mengesampingkan hikmah/ tujuan disyari’atkannya kalimat tersebut. Atas dasar ini maka terpadulah secara periwayatan hadits ataupun secara analisa bahwa kalimat اَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ اَلنَّوْمِ ditempatkan pada adzan yang pertama dan bukan yang kedua. Namun sangat disayangkan sekali kita jumpai kaum muslimin di zaman ini menyelisihi Sunnah ini. Oleh sebab itu sudah sepatutnya bagi para da’i yang mengajak manusia kembali kepada Sunnah Rasul صلي الله عليه وسلم, untuk membimbing dan mengarahkan umat kepada yang lebih baik, agar mereka siap menerima Sunnah ini seperti sediakala pada masa kehidupan Rasulullah صلي الله عليه وسلم.


[1] Lihat Shahiih al-Bukhari no. 617 dan Shahiih Muslim no. 1092, Buluughul Maraam Hadits no. 189-190, hal. 48)

Sumber :
Biografi Syaikh al-Albani, penyusun Ustadz Mubarok Bamuallim, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i, hal 248-249.