Menyimpan Al-Quran di Dalam Handphone (HP)

Soal:

Assalamualaikum, moga dalam baik,

Langsung saja, ustadz bagaimana hukumnya al quran yang ada di HP? (Baik itu berupa gambar, tulisan maupun suara)? jazakumullähu khairan (Bapa)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuhu.

Saya tidak mengetahui dalil atau alasan yang melarang menyimpan Al-Quran di dalam handphone. Menurut saya sama hukumnya dengan menyimpannya di dalam komputer.

Dan yang saya simpulkan dari fatwa Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan adalah membolehkan menyimpan mushhaf Al-Quran di dalam HP dan membaca darinya. (Fatwa beliau bisa di dengar disini: http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/FatawaSearch/tabid/70/Default.aspx?PageID=5321 )

Hanya yang perlu diperhatikan, jangan menggunakan Al-Quran sebagai nada dering karena Al-Quran tidak diturunkan untuk yang demikian, dan ini bukan termasuk memuliakan syiar-syiar Allah.

B Baca lebih lanjut

Wanita Haid: Membaca Qur’an dalam Hati?

Soal:

Bagaimana seorang wanita yang haid mengerjakan shalat dua rakaat ihram? Dan bolehkah wanita haid membaca ayat Al Qur’an dalam hati?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Pertama: Seyogyanya kita ketahui bahwa tidak ada shalat untuk ihram, tidak diriwayatkan dari Nabi shallalahu alaihi wasallam bahwa beliau mensyari’atkan kepada umatnya shalat untuk ihram baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun persetujuan.

Baca lebih lanjut

Hukum Membaca Buku Agama Saat Junub dan Haid

Soal:

Bolehkah saya membaca buku-buku agama seperti kitab-kitab tafsir dan yang lainnya, sedang saya dalam kondisi junub dan di saat haidh?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Orang yang junub dan wanita haidh boleh membaca kitab-kitab tafsir, fiqih, adab agama, hadits, tauhid, dan semisalnya. Sesungguhnya ia dilarang membaca al-Qur`an menurut cara membaca, bukan membaca doa atau mengambil dalil dan semisalnya.


Sumber: Kumpulan Fatwa Untuk Wanita di Bulan Ramadhan via IslamHouse.Com dengan penerjemah Muhammad Iqbal A. Gazali.

Download:

Download Word

Membaca dan Memperdengarkan al-Qur’an di Pertemuan

Soal:

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله ditanya: Apabila dalam suatu majelis (perkumpulan) diperdengarkan kaset murattal (bacaan Al-Qur’an) tetapi orang-orang yang hadir dalam perkumpulan tersebut kebanyakan mengobrol dan tidak menyimak (mendengarkan) bacaan Al-Qur’an yang keluar dari kaset tersebut. Siapakah dalam hal ini yang berdosa ? Yang mengobrol atau yang memasang kaset itu ?

Jawab:

Apabila majelis tersebut memang majelis dzikir dan ilmu yang di dalamnya ada tilawah Al-Qur’an maka siapaun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol dan tidak menyimak bacaan tersebut.

Dalilnya adalah surat Al-A’raf: 204.

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian mendapat rahmat”

Baca lebih lanjut

Mengkompromikan 2 Ayat yang Berlawanan?

Soal:

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz رحمه الله ditanya: Bagaimana kita menjamak (mengkompromikan) dua ayat ini:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni orang yang menyekutukan-Nya (syirik), tapi Allah akan mengampuni dosa lain selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki” (QS. An-Nisaa: 48)

Dengan ayat.

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar” (QS. Thaha: 82)

Apakah kedua ayat tersebut berlawanan ?

Jawab:

Kedua ayat tersebut sama sekali tidak berlawanan. Karena ayat pertama menerangkan tentang orang yang mati dalam keadaan musyrik dan belum bertaubat. Orang seperti ini tidak akan diampuni oleh Allah dan tempatnya adalah neraka sebagaimana firman Allah عزّوجلّ.

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongnya” (QS. Al-Ma’idah: 72)

Dan firman Allah سبحانه و تعالى:

وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka berbuat syirik niscaya hapuslah seluruh amalan yang telah mereka kerjakan” (QS. Al-An’am: 88)

Baca lebih lanjut

Beli Al-Qur’an Dengan Uang Zakat

Soal:

Ada suatu organisasi di tempat kami yang mengumpulkan zakat kaum muslimin dari anggotanya. Lalu, setelah terkumpul, uang zakat ini dibelikan mushaf al-Qur’an dan dijadikan sebagai wakaf di masjid-masjid yang belum terdapat mushaf al-Qur’annya. Apakan ini dibenarkan? Mohon penjelasannya. Terima kasih. (Hamba Alloh, Sidoarjo)

Jawab:

Alloh سبحانه و تعالي telah membatasi para penerima zakat sebanyak delapan golongan saja (lihat QS. at-Taubah [9]: 60).[1] Demikianlah yang dikatakan semua ulama salaf. Bahkan seakan-akan merupakan kesepakatan para ulama[2] bahwa zakat tidak boleh disalurkan untuk selain delapan golongan tersebut. Dari sini kita ketahui bahwa zakat tidak boleh dibelikan mushaf lalu diwakafkan, kecuali jika zakat tersebut telah diberikan kepada salah satu golongan yang berhak zakat, kemudian dia membeli mushaf (dengan uang dari zakat) lalu diwakafkan, maka ini dibolehkan karena dia telah berhak memanfaatkan apa yang dia miliki.

Adapun berdalil dengan firman-Nya: وَفِي سَبِيلِ اللّهِ (untuk jalan Alloh). Makna “untuk jalan Alloh” adalah untuk para mujahid yang berjihad fi sabilillah (di jalan Alloh). Demikianlah makna ayat tersebut menurut para ulama terdahulu, sebab jika “fi sabilillah” diartikan segala perkara kebajikan di jalan Alloh, maka tidak ada gunanya Alloh membatasi delapan golongan. Adapun sebagian orang belakangan berpendapat boleh untuk kepentingan semua jenis jalan Alloh (segala bentuk kebajikan), maka pendapat ini sangat lemah dan menyelisihi kesepakatan ulama salaf, maka pendapatnya tertolak.[3] (Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله)


[1] Teks Ayat:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. at-Taubah [9]: 60)-Ibnu Majjah

[2] Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah karya Syaikh Ibnu Baz : 14/294 dan 300

[3] Lihat Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah: 14/297

Sumber:
Majalah Al-Furqon, Ed.7 Th. Ke-10 Sofar 1432/2011, Rubrik Soal-Jawab dengan judul “Beli Mushaf Dengan Uang Zakat