Mengurus Bayi Dengan Tuntunan Nabi

Soal:

Assalamu’alaikum. Saya mau tanya bagaimana tata cara mengurus bayi baru lahir sesuai dengan tuntunan Nabi صلى الله عليه وسلم, baik laki laki atau perempuan. Terima kasih.

Jawab:

Wa’alaikumussalam. Ditahnik, dikhitan, dicukur rambutnya pada hari ketujuh, diberi nama pada hari ketujuh, diaqiqahi.[]

Sumber: Majalah Al-Furqon No.149 Ed. 01 Th. Ke-14, hal.5 Rubrik Soal-Jawab Asuhan Ustadz Abdullah Roy, Lc, MA.

Memperlakukan Ari-Ari

Soal:

Setiap ibu yang melahirkan anaknya, biasanya juga mengeluarkan semacam gumpalan darah, atau biasa disebut dengan istilah ari-ari (Jawa). Bagaimanakah perlakuan sunnah berkaitan dengan ari-ari ini? Dibuang begitu saja ataukah dikubur? Kalau dikubur, apakah ada perlakuan khusus?

Ahmad Sukisno, Tegal.

Jawab:

Dalam Islam, tidak ada perlakuan khusus terhadap ari-ari. Sebaiknya ari-ari itu dikubur di dalam tanah. Hal ini sebagaimana perkataan sebagian ulama yang menyebutkan, bahwa mengubu-rambut dan kuku itu lebih utama. Karena, kalau dibiarkan atau dibuang di sungai akan mengotori dan mendatangkan bau busuk. Begitu pula dengan ar-ari, ia bisa menimbulkan bau busuk, sehingga dapat mengganggu orang lain.

Untuk menguburnya tidak perlu dicarikan tempat khusus, seperti di samping pintu rumah atau lainnya Begitu pula tidak perlu diberi lampu penerangan khusus untuknya. Juga, tidak boleh menyertakan berbagai macam benda, seperti jarum, pensil, bawang, atau lainnya. Karena semua itu dilakukan oleh orang-orang dengan keyakinan tertentu, yang dalam Islam tidak ada dalilnya. Menyertakan berbaga macam barang dalam mengubur ari-ari termasuk perbuatan bid’ah, atau bahkan syirik, jika dilakukan karena memiliki anggapan dapat mendatangkan kebaikan ataupun menolak bencana. Wallahu a’lam.[]

Disalin dari Majalah as-Sunnah Ed.09, Th. XI_1428/2007, Rubrik Soal-Jawab hal. 8.

Download:
Download Word

Perbedaan Antara Tazkiyah dan Tafa’ul

Soal:

Barakallah. Apa beda larangan tazkiyah dalam pemberian nama dengan tafa’ul (nama-nama yang baik, optimis)? Misalnya ada nama ‘Abdul-Muhsin, apakah boleh? Bukankah Muhsin merupakan nama Allah ? Jazakallahu khairan katsira.

Jawab:

Tentang larangan nama yang merupakan tazkiyah (menyucikan diri sendiri) antara lain disebutkan di dalam hadits di bawah ini:

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَطَاءٍ قَالَ سَمَّيْتُ ابْنَتِي بَرَّةَ فَقَالَتْ لِي زَيْنَبُ بِنْتُ أَبِي سَلَمَةَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ هَذَا الِاسْمِ وَسُمِّيتُ بَرَّةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ فَقَالُوا بِمَ نُسَمِّيهَا قَالَ سَمُّوهَا زَيْنَبَ

Dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Atha’, dia berkata: Aku menamai anak perempuanku dengan Bar rah, lalu Zainab bintu Abi Salamah berkata kepadaku: “Sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melarang nama ini. Dahulu aku diberi nama Barrah (artinya, wanita yang berbakti, Red.),” lalu Rasulullah bersabda: “Janganlah engkau menyucikan dirimu sendiri. Allah lebih mengetahui terhadap orang yang berbakti di antaramu!” Para sahabat bertanya: “Dengan apa kita menamainya?” Beliau menjawab: “Namailah dia Zainab”. (HR Muslim, no. 2142).

Baca lebih lanjut

Hukum Bayi Tabung

Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf dalam makalahnya di majalah al-Mawaddah Vol.48_1433H/2012M Rubrik Kajian Kita 1 hal.10-11 dan 27 dengan Judul ‘Usaha Mendapatkan Momongan’, ketika membahas Polemik Bayi Tabung, beliau berkata:

Para ulama telah membahas masalah ini [Bayi Tabung] secara detail. Kami nukilkan di sini kesimpulan hasil putusan muktamar ulama fikih (Mujamma’ Fiqh Islami) di Makkah, bulan Jumada Tsaniyyah 1405 H.

“Insemenasi buatan di dalam rahim ada 2 cara, dan di luar rahim ada 4 cara. Keenam cara atau macam tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Sperma suami diambil, lalu diinjeksikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri, sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan istri dan berproses dengan cara alami, sebagaimana dalam hubungan suami istri. Setelah pembuahan terjadi, dengan izin Allah, dia akan menempel pada rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim. Ini merupakan cara yang diperbolehkan syariat, dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan umum membuka aurat di depan yang bukan mahram, terutama dokter laki-laki. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang istri terpaksa melakukan proses ini supaya bisa hamil.
  2. Sperma seorang suami dan sel telur istrinya diambil, lalu diletakkan pada sebuah tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya dalam tabung tersebut. Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah berproses itu dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir, sang istri akan melahirkannya sebagai seorang anak biasa, lelaki ataupun wanita. Inilah bayi tabung yang telah dihasilkan oleh penemuan ilmiah yang Allah mudahkan. Proses melahirkan seperti ini telah menghasilkan banyak anak, baik lelaki maupun perempuan atau bahkan ada yang lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media massa. Cara ini ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada saluran sel telurnya. Hukum insemenasi cara ini adalah boleh menurut tinjauan syariat, ketika sangat terpaksa, dengan tetap menjaga ketentuan-ketentuan  umum yang di atas sudah terpenuhi.[1]
  3. Baca lebih lanjut

Hukum Memakai Anting-anting

Soal:

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh, Bagaimana hukumnya memakaikan atau memasangkan anting-anting pada anak bayi? Apakah ada dalil yang mewajibkan atau menyunnahkan? Jazakumullohu khoiron. (Abdul Aziz-Bontang)

Jawab:
Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh,  Keumuman firman Alloh عزّوجلّ menunjukkan kebolehan anak perempuan memakai perhiasan, sebagaimana firman-Nya:

أَوَمَن يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ

“Dan apakah patut (dijadikan sebagai anak Alloh) seorang (wanita) yang dibesarkan dengan berperhiasan, sedangkan ia tidak dapat memberi alasan yang terang ketika ber-bantah-bantahan?” (QS. az-Zukhruf[43]: 18)

Ayat di atas menunjukkan bahwa sudah menjadi hal yang wajar kalau anak perempuan itu memakai perhiasan, untuk melengkapi kekurangan mereka, oleh karena itu Alloh عزّوجلّ menyebutkan kebiasaan yang berjalan ini tanpa melarangnya.

Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa dibolehkan melubangi telinga bayi perempuan apabila dimaksudkan supaya bisa dikenakan anting-anting dan semisalnya padahal melubangi telinga termasuk menyakiti bayi, akan tetapi karena maslahatnya lebih besar maka dibolehkan, bahkan mereka mengatakan lebih baik dilakukan pada waktu masih bayi karena luka anak bayi lebih cepat sembuh, dan banyak hadits yang menerangkan bahwa para wanita di kalangan sahabat Nabi صلي الله عليه وسلم memakai anting- anting di telinga mereka.[1] (Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله)

Sumber:
Majalah Al-Furqon, Gresik, Edisi 10 Th. Ke 7, 1429/2008


[1] Lihat Fatwa Lajnah Da’imah tentang bolehnya melubangi telinga bayi perempuan supaya dipasang perhiasan dalam fatwa no. 9216 (juz. 5 hlm. 122), yang ditandatangani oleh Syaikh Ibnu Baz رحمه الله, Abdurrozzaq Afifi, Abdulloh bin Ghodiyan, dan Abdulloh bin Qu’ud.