Syukuran Dengan Nasi Tumpeng

Soal:

Assalamu’alaikum. Ustadz, di tempat ana ada syukuran biasa dan tidak ada bid’ahnya. Tapi, makannya nasi tumpeng, apa boleh dimakan, Ustadz? (Ikhwan di Gresik)

Jawab:

Wa’alaikumussalam. Boleh dimakan, namun tuan rumah perlu dinasihati, kalau dikhawatirkan terjadi keyakinan yang tidak benar tentang nasi tumpeng maka sebaiknya syukurannya tanpa nasi tumpeng saja.[]

Sumber: Majalah Al-Furqon No.149 Ed. 01 Th. Ke-14, hal.4 Rubrik Soal-Jawab Asuhan Ustadz Abdullah Roy, Lc, MA.

Mendoakan Mubtadi’

Soal:

Di dalam Majalah As-Sunnah, Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M, halaman 33. Penulis (Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas) memberikan doa kepada Sayyid Quthb. Ini kesalahan penulisan, percetakan, atau bolehnya mendoakan mubtadi’? Kalau boleh, sekalian saja semua nama mubtadi’ ditambah dengan doa. Termasuk doa (hafizhahullah) untuk Yusuf Qordhawi, dan yang semisal.

Ikhwan, Jagalan 08180459xxxx

Jawab:

Mubtadi’ (ahli bid’ah) ada dua, yaitu mubtadi’ yang dihukumi kafir, dan mubtadi’ yang dihukumi fasiq.

Mubtadi’ yang dihukumi kafir dan telah meninggal, maka tidak boleh didoakan agar mendapatkan ampunan dan rahmat Allah, karena hukumnya seperti orang kafir.

Baca lebih lanjut

Apakah Standar Bid'ah atau Bukan?

Soal:

Bagaimana standar suatu permasalahkan dapat digolongkan ke dalam perkara bid’ah ataupun tidak?

Jawab:

Syaikh Salim ‘id al-Hilali خفظه الله menjawab :

Bid’ah yaitu suatu perkara yang tidak memiliki dalil sedikitpun baik yang menyangkut asalnya maupun sifatnya (caranya). Segala perkara yang diada-adakan di dalam agama ini maka akan tertolak, semua bid’ah tetaplah dinggap bid’ah baik dengan meninggalkan sesuatu dalam Islam dengan niat bertaqarrub kepada Allah ataupun bid’ah idofiyyah yaitu perkara yang dasarnya disyariatkan namun sifatnya/caranya dibuat-buat.

Tetapi bukan setiap orang yang tergelincir kedalam perbuatan bidah dihukumi sebagai Ahlu bid’ah. Seseorang dihukumi dengan ahlu bid’ah jika telah diberitahukan kepadanya tentang kebid’ahan perbuatannya, dinasehati dan diperingatkan namun dia tetap bersikeras dengan bid’ahnya. Orang seperti ini digolongkan ke dalam Ahlu bid’ah dan boleh ditahzir sebab tidak lagi memiliki karamah (harga diri sebagai muslim).[]

Disalin dari Tanya Jawab bersama Masyaikh Markaz Imam Albani pertanyaan ke-7 yang eBooknya dari AbuSalma, dengan mengambil jawaban sesuai dengan pertanyaan.

Download:
Apakah Standar Bid’ah atau Bukan?
Download Word

Lihat pula:
Apa Maksud Mashalih Mursalah

Apa Maksud Mashalih Mursalah

Soal:

Apa yang dimaksud dengan mashalih mursalah?

Jawab:

Syaikh Masyhur Hasan Salman خفظه الله menjawab :

Permasalahan usul lainnya yaitu tentang maslahat mursalah. Banyak orang mencampur adukkan antara masalahat mursalah dengan bidah. Bid’ah digolongkan menjadi dua: bid’ah hakikiyyah dan bid’ah idofiyyah. Jika sesuatu masalah mungkin berlaku dan terjadi di masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tetapi ditinggalkan Rasulullah dan tidak pernah diperbuat para sahabat setelah wafatnya, maka dia digolongkan kedalam bid’ah idofiyyah dan bukan maslahat mursalah;

Seperti zikir-zikir yang banyak kita dengar diucapkan di negeri ini [Indonesia] setelah atau sebelum Adzan dikumandangkan. Sebab Adzan sendiri dimulai dengan sesuatu lafazh tertentu dan diakhiri dengan sesuatu lafazh tertentu pula, dan tidak diperlukan adanya tambahan lagi.Karena jika memang zikir-zikir ini baik dan boleh dilaksanakan tentulah mereka dapat melaksanakannya.

Adapun maslahat mursalah maka harus memiliki beberapa Kriteria tertentu, diantaranya:

Pertama: kemaslahatan itu sendiri hendaklah maslahat hakikikiyyah (masalah yang sebenarnya) bukan kemaslahatan yang masih wahahamiyyah (diragukan).

Baca lebih lanjut