Suci dari Nifas dan Ibadah Haji

Soal:

Jika wanita nifas telah suci sebelum 40 hari, apakah sah hajinya? Dan jika belum suci, apa yang dia perbuat padahal dia berniat menunaikan ibadah haji?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Apabila telah suci sebelum 40 hari, maka mandi kemudian shalat dan mengerjakan segala apa yang dikerjakan oleh wanita suci lainnya termasuk thawaf karena tidak ada batas minimal buat nifas.

Namun, apabila belum suci maka sah pula hajinya, tetapi tidak boleh thawaf di Masjidil Haram sebelum suci. Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang wanita haid melakukan thawaf dan hukum nifas seperti haid dalam masalah ini.[]

Disalin dari 52 Persoalan Sekitar Haid, Oleh Syaikh ibn Utsaimin, Terjemah Muhammad Yusuf Harun, Terbitan Yayasan al-Sofwa Jakarta, hal. 43-44 pertanyaan ke-52.

Memberi Hadiah Kepada Anak-anak di Hari Raya

Soal:

Kami punya anak-anak kecil. Di negara kami telah terbiasa pada hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha memberikan anak-anak kecil apa yang dinamakan dengan ‘Idiyyah’ yaitu uang kecil, agar mereka bergembira. Apakah pemberian hadiah semacam ini termasuk bid’ah atau tidak ada apa-apa?.

Jawab:

Alhamdulillah.

Tidak apa-apa hal itu. bahkan itu termasuk kebiasaan yang baik, memberi kegembiraan kepada orang Islam. Baik dewasa maupun anak-anak. Dimana hal itu termasuk urusan yang dianjurkan oleh agama.

Wabillahit taufik, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya. Selesai.[]

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta’

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Aziz Ali Syaikh, Syaikh Sholeh al-Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid.


Disalin dari IslamHouse.Com

Download:  Download Word

Saling Memberi Hadiah di Hari Raya, Apakah Bid’ah

Soal:

Apakah diperbolehkan memberikan kepada anggota keluarga sebagian hadiah pada waktu hari raya Adha dan hari raya fitri dan terus menerus melakukan hal itu setiap tahun, ataukah hal itu bid’ah?

Jawab:

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid حفظه الله menjawab:

Alhamdulillah.

Tidak mengapa memberikan hadiah waktu hari raya fitri dan adha untuk keluarga dan kerabat. Karena ia adalah hari gembira dan bahagia. Dianjurkan di dalamnya menyambung (kerabat), berbuat baik, melapangkan dalam makanan dan minuman. Ini bukan termasuk bid’ah. Bahkan ia adalah perkara mubah, kebiasaan baik termasuk syiar hari raya. Oleh karena itu dilarang memberikan hadiah dan memperlihatkan kegembiraan dan kebahagiaan di hari-hari bid’ah yang tidak ada (ajaran) perayaan seperti awal tahun, hari kelahiran, atau pertengahan sya’ban karena hal ini menjadikannya hari raya.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Pada hari raya ini orang-orang saling tukar hadiah, yakni mereka memasak makanan dan mengundang sebagian kepada sebagian lainnya. Mereka berkumpul dan bergembira. Kebiasaan ini tidak mengapa karena hari raya. Sampai Abu Bakar radhiallahu’anhu ketika masuk ke rumah Rasulullah sallallahu’alai wa sallam mendapatkan dua wanita kecil bernyanyi di hari raya beliau menghadiknya. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan, ‘Biarkan dia berdua.’ Beliau tidak mengatakan, ‘Dia dua wanita kecil. Tapi mengatakan, ‘Biarkan dia berdua, karena (sekarang) hari raya. Ini sebagai dalil bahwa ajaran (Islam) menunjukkan kemudahan terhadap para hamba. Yang mana dibukakan kepada mereka kegembiraan dan kebahagiaan di hari raya walillahil hamdu (segala puji hanya bagi Allah). (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 16/276)

Baca lebih lanjut

Membeli Pakaian Baru Untuk Hari Raya

Soal:

Apakah sesuai sunah atau dibolehkan membeli pakaian baru untuk hari raya atau apakah prilaku membeli pakaian untuk hari raya termasuk dalam kategori mengikuti orang kafir, karena mereka membeli pakaian baru dalam perayaannya?

Jawab:

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid حفظه الله menjawab:

Alhamdulillah.

Seorang muslim dianjurkan mempersiapkan hari raya dengan pakaian yang terbaik dan mengunjungi teman-temannya dan kerabatnya dalam kondisi terbaik dengan aroma wangi. Ini masalah yang telah diketahui dan dikenal dari masa ke masa. Budaya ini termasuk wujud kegembiraan dan kesenangan dengan datangnya hari ini.

Sunnah telah menunjukkan akan hal itu, Diriwayatkan oleh Bukhori, 948 dan Muslim, 2068 dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, beliau berkata, “Umar mengambil jubbah dari sutera tebal yang dijual di pasar. Beliau mengambilnya dan diberikan kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, belilah ini, berhias dengannya untuk hari raya dan (menerima) tamu utusan.” Maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya,

إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لا خَلاقَ لَهُ

Baca lebih lanjut

Suci Sebelum 40 Hari Wajibkah Sholat dan Puasa?

Soal:

Bagi wanita nifas, bila telah suci sebelum empat puluh hari, apakah wajib baginya berpuasa dan shalat?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Ya, bilamana wanita nifas telah suci sebelum empat puluh hari maka wajib baginya berpuasa bila pada bulan Ramadhan, dan wajib shalat, serta boleh bagi suami untuk menggaulinya karena dia dalam keadaan suci, tidak ada lagi sesuatu yang mencegah dari kewajiban berpuasa maupun kewajiban shalat dan boleh digauli.[]

Disalin dari 52 Persoalan Sekitar Haid, Oleh Syaikh ibn Utsaimin, Terjemah Muhammad Yusuf Harun, Terbitan Yayasan al-Sofwa Jakarta, hal. 10 pertanyaan ke-2.

Hukum Adzan Kedua di Hari Jum'at

Adzan Saat Shalat JUM’AT
dan Tatswib Saat SUBUH

Soal:

Assalamu’alaikum. Kami mendapati pada sebagian masjid ada yang menjadikan adzan untuk shalat Jum’at sekali dan ada yang dua kali, sebagaimana ada juga yang menjadikan tatswib pada adzan pertama sebelum subuh dan ada yang saat adzan subuh. Kami mohon penjelasan tentang perbedaan ini. Manakah yang benar dan bagaimana menyikapinya?! Jazakumullahu khairan. (Hamba Allah, via sms)

Jawab:

Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan ulama sejak dahulu hingga sekarang. Sebab itu, sebelum kami mengetengahkan jawaban atas pertanyaan ini, perlu kiranya kami menghimbau kepada saudara-saudara kami untuk menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah seperti ini dengan bijak, yaitu sikap lapang dada. Masalah ini juga hendaknya menjadikan kita untuk lebih memperluas wacana tentang perselisihan ulama, karena sebagaimana kata Imam Qatadah, “Barangsiapa yang tidak mengetahui perselisihan ulama, maka hidungnya belum mencium bau fiqih.”[1]

Adapun mengenai pertanyaan Saudara, terdapat dua permasalahan yang perlu dijelaskan:

MASALAH KEDUA: ADZAN JUMAT DUA KALI[1]

Adzan untuk shalat Jum’at pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم hanya sekali saja, demikian juga pada masa Abu Bakar dan Umar رضي الله عنهما, yaitu ketika imam naik di atas mimbar. Namun, tatkala pada masa Khalifah Utsman رضي الله عنه, beliau menambah adzan kedua untuk shalat Jum’at karena melihat banyaknya orang.

عَنْ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا، أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Baca lebih lanjut

Waktu Menyembelih Binatang Qurban

Soal:

Apakah dibolehkan menyembelih qurban di malam hari?

Jawab:

Menyembelih binatang qurban di malam hari diperselisihkan hukumnya oleh para ulama, tetapi pendapat yang kuat adalah dibolehkan selama masih dalam waktu yang telah ditentukan yaitu diawali setelah sholat Idul Adhha sampai akhir hari Tasyriq, adapun menyembelih pada waktu pagi, maka itu adalah waktu yang afdhol karena Nabi صلي الله عليه وسلم melakukan pada waktu tersebut. Kebolehan menyembelih qurban di malam hari didasari oleh sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَبْحٌ

“Semua hari Tasyriq itu (waktu) menyembelih (qurban)” (HR Ahmad 4/82, Ibnu Hibban 1008, Baihaqi 9/295, dan dishohihkan oleh al-Albani رحمه الله dalam Shohih wa Dho’if al-Jami’ 4537) [1] []


[1] Ini adalah jawaban yang kami ringkas dari as-Syarh al-Mumthi’ Syarh Zad al-Mustaqni’ 7/297.

Disalin dari:
Majalah Al-Furqon No.75 Ed.5 Th.7 1428 H/ 2007 M, Rubrik Soal-Jawab asuhan Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله, hal.4

Download:
Waktu Menyembelih Binatang Qurban: PDF atau DOC

Fatwa terkait:

  1. Wajibkah Melaksanakan Ibadah Kurban?
  2. Mana yang Lebih Baik Untuk Kurban, Kambing ataukah Sapi?
  3. Mana yang Lebih Baik Untuk Berkurban?
  4. Lihat semuanya di kategori Qurban

Hari-hari yang Dilarang Berpuasa

Soal:

Hari-hari apa sajakah yang dimakruhkan (dibenci) berpuasa?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Hari-hari yang terlarang berpuasa pada hari itu adalah hari Jumat. Tidak boleh menyendirikan puasa sunah pada hari Jumat saja, karena Rasul صلى الله عليه وسلم melarangnya. Demikian juga menyendirikan puasa sunah pada hari Sabtu saja. Tetapi jika ia memuasai hari Jumat dengan Sabtu atau dengan Kamis bersamaan, tidaklah mengapa, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Dilarang juga berpuasa pada hari raya Idul Fitri karena hukumnya haram. Juga pada hari kurban (Idul Adha) dan hari-hari Tasyrik. Semua hari-hari tersebut tidak boleh dipuasai, karena Rasul صلى الله عليه وسلم melarangnya. Untuk hari-hari Tasyrik, ada dalil yang menunjukkan kebolehan puasa di hari itu khusus bagi yang berhaji Tamattu’ dan Qiran, yaitu bagi yang tidak mampu hadyu (menyembelih hewan sembelihan). Ini sebagaimana yang valid dalam Hadits al-Bukhari dari Aisyah رضي الله عنها dan Ibnu Umar رضي الله عنهما. Keduanya berkata: Baca lebih lanjut

Waktu Dikabulkan Doa Hari Jum'at

Soal:

Waktu terakhir dari shalat ashar di hari Jum’at, apakah merupakan waktu dikabulkan doa? Apakah seorang muslim harus berada di masjid pada waktu ini, demikian pula wanita di rumah?

Jawab :

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz رحمه الله menjawab:

Pendapat yang paling kuat tentang waktu dikabulkan doa pada hari Jum’at ada dua pendapat:

Salah satunya adalah waktu setelah shalat ashar hingga terbenam matahari ketika orang yang duduk menunggu waktu shalat maghrib. Sama saja ia di masjid atau di rumahnya berdoa kepada Rabb-nya, sama saja ia laki-laki atau perempuan, maka ia sangat positif untuk dikabulkan. Akan tetapi laki-laki tidak boleh shalat maghrib di rumahnya dan tidak pula shalat lainnya kecuali karena alasan yang syar’i, sebagaimana sudah diketahui dari dalil-dalil syar’i.

Kedua: waktunya mulai dari duduknya imam di atas mimbar untuk menyampaikan khutbah Jum’at hingga selesai shalat. Berdoa di dua waktu ini sangat positif untuk dikabulkan.

Dua waktu ini adalah waktu yang paling kuat untuk dikabulkan doa berdasarkan hadits-hadits shahih yang menunjukkan atas hal itu. Dan saat dikabulkan doa ini juga diharapkan di waktu-waktu lainnya pada hari itu, dan karunia Allah سبحانه و تعالي Maha Luas.

Di antara waktu dikabulkan nya doa adalah disemua shalat fardhu dan sunnah yaitu saat sujud, berdasarkan sabda Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم :

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Posisi hamba yang paling dekat kepada Rabb-nya adalah saat sujud, maka perbanyaklah berdoa.”[1]

Dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari Ibnu Abbas رضي الله عنها: sesungguhnya Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم bersabda:

فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Adapun ruku’ maka agungkanlah Rabb padanya, dan adapun sujud maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa maka mesti dikabulkan doamu.[2] []


[1] HR. Muslim 482
[2]
HR Muslim 479

Sumber:
Syaikh Abdul Aziz bin Baz – Majalah Buhuth edisi 34 hal. 142-143 oleh IslamHouse.Com

Puasa Pada Hari yang Meragukan

Soal:

Pada malam tiga puluh Sya’ban kami keluar untuk melihat hilal, akan tetapi cuaca saat itu mendung sehingga kami tidak dapat melihat hilal. Apakah esok pada tanggal 30 Sya’ban kami berpuasa ataukah tidak, karena hari tersebut adalah hari yang diragukan?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menjawab:

Segala puji bagi Allah. Inilah yang dimaksud dengan hari yang diragukan (karena pada hari tersebut diragukan apakah hari tersebut adalah hari terakhir bulan Sya’ban atau awal bulan Ramadhan). Puasa pada hari tersebut adalah haram,[1] sebagaimana sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal bulan Ramadhan dan berbukalah ketika melihat hilal bulan Syawal. Bila hilal tertutup awan, maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari” (HR. Bukhari, hadits No. 1909)

وَقَالَ عمار بن ياسر: مَنْ صَامَ اَلْيَوْمَ اَلَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا اَلْقَاسِمِ صلى الله عليه وسلم

Berkata ‘Amar bin Yasir, “Barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah) صلي الله عليه وسلم “. (HR. At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahih Tirmidzi No. 553)

Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله, “Hadits ini menunjukkan haramnya berpuasa pada hari yang diragukan, karena para shahabat tidak mengatakan hal tersebut dari sisi pendapat, akan tetapi dari sisi menukil apa yang disampaikan Rasulullah صلي الله عليه وسلم “

Tentang hari yang meragukan ini, para ulama’ dari Lajnah Ad Daimah berkata, “Sunnah (dalil) menunjukkan keharaman puasa pada hari tersebut”. (dinukil dari kitab Fatawa al Lajnah, jilid 10, hal. 117)

Setelah menjelaskan perselisihan pendapat tentang hukum berpuasa pada hari yang diragukan, Syaikh Muhammad bin Utsaimin رحمه الله berkata, “Pendapat yang paling benar adalah haramnya berpuasa pada hari yang diragukan. Akan tetapi, jika imam (pemerintah) mengharuskan puasa pada hari tersebut, maka perintahnya tidak boleh ditentang. Dan bagi siapa yang ingin berbuka pada hari tersebut, hendaklah berbuka dengan sembunyi-sembunyi sebagai perwujudan tidak menentang pemimpin”. (Kitab Asy Syarhul Mumti’, jilid 6, hal 318)


[1] Kecuali orang yang tebiasa puasa hari itu, contoh: Puasa Nabi Daud, Puasa Senin Kamis. Rasulullah صلي الله عليه وسلم Bersabda:

لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ, إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا, فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah” (HR. Muslim)

Lihat eBook Hukum-hukum Puasa ~Ibnu Majjah

Disalin dengan sumber IslamHouse.com