Haid Tapi Mengerjakan Amalan Haji ?!

Soal:

Seorang wanita bertanya: Setelah saya berihram haji datanglah haid, tetapi saya merasa malu untuk memberitahu orang lain. Ketika masuk Masjidil Haram saya shalat, thawaf dan sa’i. Apa yang harus saya lakukan, dan perlu diketahul bahwa haid tersebut datang setelah nifas?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Wanita yang haid ataupun nifas tidak diperbolehkan shalat, baik di Makkah atau di negerinya atau di mana saja. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam berkenaan dengan wanita:

اَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

“Bukankah wanita jika haid tidak shalat dan tidak pula puasa?”.

Kaum muslimin juga telah ber-ijma’ (sepakat) bahwa wanita haid tidak diperbolehkan berpuasa ataupun shalat. Untuk itu, wanita yang telah berbuat demikian hams bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan atas kesalahannya. Adapun thawaf yang dikerjakan dalam keadaan haid tidak sah, sedangkan sa’inya sah, karena pendapat yang kuat membolehkan didahulukannya sa’i sebelum thawaf dalam haji. Maka wajib baginya mengulangi thawaf, karena thawaf ifadhah merupakah salah satu rukun haji dan tidak sempurna tahallul kedua kecuali dengannya. Atas dasar ini, wanita tadi jika telah bersuami tidak boleh digauli suaminya sebelum thawaf dan jika belum bersuami tidak boleh dinikahkan sebelum thawaf. Wallahu a’lam.[]

Disalin dari 52 Persoalan Sekitar Haid, Oleh Syaikh ibn Utsaimin, Terjemah Muhammad Yusuf Harun, Terbitan Yayasan al-Sofwa Jakarta, hal. 42-43 pertanyaan ke-49.

Variasi Doa dan Dzikir

Soal:

Mengapa sebagian ulama lebih mengutamakan doa istifta yang berbunyi:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ

dan doa sujud yang berbunyi:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ *

dibandingkan dengan doa yang lain?

Jawab:

Pertama, karena ‘Umar bin Khaththab  رضي الله عنه memerintahkan kaum Muslimin di zamannya untuk membaca dua doa tersebut, dan beliau termasuk Khulafa’ Rasyidin yang kita diperintahkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم untuk mengikuti sunnah-sunnah mereka.

Baca lebih lanjut

Ibadah Harus dengan Tuntunan

Soal:

Membaca satu huruf al-Qur’an berpahala sepuluh kebaikan, baik si pembaca paham atau tidak. Apakah hal ini juga berlaku bagi orang yang membacanya dengan metode yang menyelisihi syariat, contohnya seperti mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu hari?

Jawab:

Pahala yang dijanjikan dalam hadits tersebut tergantung pada dua syarat, yaitu: ikhlas dan mutaba’ah. Maka, apabila seseorang membaca/ mengkhatamkan al-Qur’an agar dipuji atau demi imbalan duniawi, ia tidak memperoleh pahala.

Pada hari Kiamat kelak akan dihadapkan kepada Allah  عزّوجلّ seorang yang rajin membaca al-Qur’an, Allah  عزّوجلّ  bertanya: “Apakah yang telah engkau kerjakan di dunia?”. Ia menjawab, “Aku telah mempelajari ilmu agama-Mu dan membaca al-Qur’an (demi mengharap) ridha-Mu. Allah membantahnya, “Dusta, sesungguhnya engkau membaca al-Qur’an hanya agar disebut Qari (pandai baca al-Qur’an)”. Maka, orang tersebut diseret dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya dan kemudian dilempar ke dalam neraka. (HR. Muslim no.1905, at-Tirmidzi no.2489, an-Nasa’i no. 3137).

Baca lebih lanjut

Hukum Meluangkan Waktu Penuh untuk Beribadah di Bulan Ramadhan

Soal:

Apakah termasuk sunnah meluangkan waktu penuh pada bulan Ramadhan untuk melakukan amal-amal saleh dan berkonsentrasi untuk istirahat dan beribadah?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Seorang muslim seluruh amalnya adalah ibadah. Kewajiban-kewajiban yang ditunaikan jika betul niatnya, seluruhnya adalah ibadah. Ibadah bukan hanya shalat atau puasa saja. Menuntut ilmu dan mengajarkannya, berdakwah kepada Allah, mendidik anak-anak dan mengayomi mereka, mengerjakan tugas keluarga, berbuat baik kepada hamba-hamba Allah, mencurahkan tenaga untuk membantu manusia, meringankan orang yang kesusahan dan kesedihan, memberi manfaat kepada manusia dengan amal yang dibolehkan dan mencari rezeki yang halal, itu semua adalah ibadah kepada Allah سبحانه و تعالى jika benar niatnya.

Seorang muslim yang Allah beri taufik sehingga dapat menggabungkan antara ibadah-ibadah khusus dan umum, telah mendapat kebaikan yang sangat besar. Menunaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya pada bulan Ramadhan dengan amanah dan tulus termasuk ibadah yang berganjar pahala. Siapa yang mencukupkan mengerjakan amalan khusus karena ketidakmampuannya untuk mengerjakan amal lain, dia pun berada pada kebaikan yang besar jika mengikhlaskan niatnya untuk Allah dan bersungguh-sungguh dalam melakukan amal salehnya. Baca lebih lanjut