Imam Syafi’i dan Syair

Sebagai kelanjutan dari serial Mengenal Aqidah Imam Syafi’i Lebih Dekat pada pembahasan kali ini kita angkat topik “Celaan Imam Syafi’i رحمه الله terhadap orang yang mengutamakan lantunan syair-syair zuhud dari membaca dan memahami Al-Qur’an”

Pada zaman sekarang banyak sekali bentuk metode ibadah yang dibuat-buat oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan duniawi. Tanpa memperhatikan tentang kaidah-kaidah yang diterangkan oleh syariat. Bahkan sesuatu yang maksiat dijadikan ibadah.

قال الإمام الشافعي رحمه الله تعالى : تركت بالعراق شيئا يقال له : “التغيير” أحدثته الزنادقة يصدون الناس عن القرآن

Berkata Imam Syafi’i رحمه الله, “Aku tinggalkan sesuatu di Baghdad yang disebut “At Tahgbiir“, hal tersebut dilakukan orang-orang zindiq untuk melalaikan manusia dari Al-Qur’an.” [1]

Menurut para ulama “At-Tahgbiir” adalah berzikir atau melantunkan sya’ir-sya’ir zuhud dengan suara merdu, hal ini kebiasaan orang-orang sufi.[2]

Ditanah air banyak kita dapatkan hal-hal seperti ini, kadang-kadang dalam membaca Al-Qur’an atau salawat didendangkan dengan irama-irama nyanyi dangdut atau yang seumpanya. Waktunya kadang-kadang sebelum adzan atau setelah adzan. Bahkan ada sebuah acara yang yang mereka sebut dubaan atau terbangan, disitu mereka melantunkan syair-syair yang di iringi gendang-gendang, isi syair-syiar tersebut kadang-kadang dicampuri kesyirikan, mereka berkumpul untuk melakukannya setelah shalat Isya’ sampai larut malam. Mereka menganggap hal tersebut sebuah ibadah yang utama untuk dilakukan. Pesertanya biasanya kebanyakan orang-orang yang sering kali tidak shalat, kalaupun shalat tidak pernah berjamaah.

Baca lebih lanjut

Hukum Nasyid Islami

Soal:

Banyak beredar di kalangan pemuda muslim kaset-kaset nasyid yang mereka sebut “anasyid Islamiyyah”. Bagaimana sebenarnya permasalahan ini?

Jawab :

Imam al-Albani رحمه الله menjawab:

Jika anasyid ini tidak disertai alat-alat musik, maka saya katakan “pada dasarnya tidak mengapa, dengan syarat anasyid tersebut terlepas dari segala bentuk pelanggaran syariat, seperti meminta pertolongan kepada selain Allah عزّوجلّ, bertawassul kepada makhluk, demikian pula tidak boleh dijadikan kebiasaan (dalam mendengarkannya~pent), karena akan memalingkan generasi muslim dari membaca, mempelajari, dan merenungi Kitab Allah عزّوجلّ yang sangat dianjurkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dalam hadits-hadits yang shahih, di antaranya beliau bersabda :

مَنْ لَـمْ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa yang tidak membaca Al-Qur’an dengan membaguskan suaranya, maka dia bukan dari golongan kami”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

إِقْرَؤُوا الْقُرْآنَ وَتَغَنُّوْا بِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَ أَقْوَمٌ يَتَعَجَّلُونَهُ وَلَا يَتَأَجَّلُونَهُ فَتَغَنُّوْا بِهِ

“Bacalah al-Qur’an dan baguskanlah suaramu dengannya sebelum datang beberapa kaum yang tergesa-gesa mendapat balasan (upah bacaannya), dan tidak sabar menanti untuk mendapatkan (pahalanya di akhirat kelak), maka bacalah al-Qur’an dengan membaguskan suara(mu) dengannya.”

Lagipula, barangsiapa yang mengamati perihal para sahabat رضي الله عنهم, dia tidak akan mendapatkan adanya anasyid-anasyid dalam kehidupan mereka, karena mereka adalah generasi yang bersungguh-sungguh dan bukan generasi hiburan. (al-Ashaalah, 17 hal 70-71)


Sumber :
Biografi Syaikh al-Albani, penyusun Ustadz Mubarok Bamuallim, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i, hal 249-250.