Larangan Thiyarah

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr رضي الله عنهما: ia berkata: “Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: ‘Barang siapa mengurungkan niatnya karena thiyarah,[1] maka ia telah berbuat syirik.’ Para Sahabat bertanya: ‘Lalu, apakah tebusan-nya?’ Beliau menjawab: ‘Hendaklah ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiadalah burung itu (yang dijadikan objek tathayyur) melainkan makhluk-Mu dan tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.'”[2]

Tathayyur termasuk adat Jahiliyyah. Mereka biasanya berpatokan kepada burung-burung, jika mereka lihat burung itu terbang ke arah kanan, mereka bergembira dan meneruskan niat. Jika burung itu terbang ke arah kiri, mereka anggap membawa sial dan mereka menangguhkan niat. Bahkan, sebagian mereka sengaja menerbangkan burung untuk meramal nasib.

Syari’at yang hanif ini telah melarang segala macam bentuk tathayyur. Sebab, thair (burung) tidak memiliki keistimewaan apa pun sehingga gerak-geriknya harus dijadikan sebagai petunjuk untung atau rugi. Dalam banyak hadits, Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menegaskan berulang kali: “Tidak ada thiyarah!” Penegasan seperti ini juga dinuki! dari sejumlah Sahabat رضي الله عنهم.

Baca lebih lanjut