Bila Imam Memaksa Makmum Menyelisihi Sunnah

Soal:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu. Segala puji bagi Allah عزّوجلّ serta shalawat dan salam selalu kita limpahkan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabat.

Bismillah. Saya pelanggan Majalah Al Furqon, ingin menanyakan: Apakah sah shalat seorang diri di belakang imam pada kondisi jama’ah hanya berdua dengan imam, padahal makmum tersebut sudah berdiri di samping imam, namun imam tetap meminta makmum agar tetap di belakangnya dengan agak sedikit sebelah kanan? Jazakumullahu khairan katsiran. (Hamba Allah, Sambas – Kalbar; nama asli dan alamat e-mail ada pada Redaksi)

Jawab:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuhu. Shalat yang dilakukan tetap sah, insya Allah, namun kurang sempurna. Cara yang benar adalah dengan berdiri persis di sebelah kanan imam.

Baca lebih lanjut

Wanita Haid Sholat Sunnah Ihram

Soal:

Bagaimana seorang wanita yang haid mengerjakan shalat dua rakaat ihram? Dan bolehkah wanita haid membaca ayat Al Qur’an dalam hati?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Pertama: Seyogyanya kita ketahui bahwa tidak ada shalat untuk ihram, tidak diriwayatkan dari Nabi shallalahu alaihi wasallam bahwa beliau mensyari’atkan kepada umatnya shalat untuk ihram baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun persetujuan.

Baca lebih lanjut

Waktu Sholat Sunnah Subuh

Soal:

Apakah shalat sunnah rawatib qabliyah Subuh sama dengan shalat sunnah fajar?

Mohammad Dedi
Kec. Cipocok Jaya, Kab. Serang, Banten

 

Jawab:

Ya, sama. Rawatib adalah bentuk jama’ dari ratibah. Artinya, tetap, terus-menerus. Qabliyah, artinya sebelum.

Shalat sunnah rawatib qabliyah Subuh, merupakan istilah para ulama. Artinya, shalat sunnah yang tetap yang dilakukan sebelum Subuh. Karena shalat ini dilakukan pada waktu fajar, yaitu setelah adzan Subuh dan sebelum iqamat Subuh, maka dinamakan shalat sunnah fajar. Tidak ada perbedaan antara keduanya. Namun di dalam hadits-hadits, shalat ini disebut dengan rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar, sebelum Subuh), sebagaimana disebutkan hadits-hadits di bawah ini:

‘Aisyah radhiyallâhu’anha berkata:

لَمْ يَكُنْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى شَيْءٍ مِنْ اَلنَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْ اَلْفَجْرِ

Tidaklah Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam menjaga sesuatu dari shalat-shalat sunnah lebih daripada penjagaan Beliau terhadap rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar). (HR Bukhari, no. 1163)

Dari ‘Aisyah, dari Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam, Beliau bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْـــرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar), lebih baik daripada dunia dan segala yang ada padanya”. (HR Muslim, no. 725)[]


Sumber majalah-assunnah.com yang menyalin-nya dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus (08-09)/Tahun VIII, Rubrik: Soal-Jawab.

Download:  Download Word

Apakah Standar Bid'ah atau Bukan?

Soal:

Bagaimana standar suatu permasalahkan dapat digolongkan ke dalam perkara bid’ah ataupun tidak?

Jawab:

Syaikh Salim ‘id al-Hilali خفظه الله menjawab :

Bid’ah yaitu suatu perkara yang tidak memiliki dalil sedikitpun baik yang menyangkut asalnya maupun sifatnya (caranya). Segala perkara yang diada-adakan di dalam agama ini maka akan tertolak, semua bid’ah tetaplah dinggap bid’ah baik dengan meninggalkan sesuatu dalam Islam dengan niat bertaqarrub kepada Allah ataupun bid’ah idofiyyah yaitu perkara yang dasarnya disyariatkan namun sifatnya/caranya dibuat-buat.

Tetapi bukan setiap orang yang tergelincir kedalam perbuatan bidah dihukumi sebagai Ahlu bid’ah. Seseorang dihukumi dengan ahlu bid’ah jika telah diberitahukan kepadanya tentang kebid’ahan perbuatannya, dinasehati dan diperingatkan namun dia tetap bersikeras dengan bid’ahnya. Orang seperti ini digolongkan ke dalam Ahlu bid’ah dan boleh ditahzir sebab tidak lagi memiliki karamah (harga diri sebagai muslim).[]

Disalin dari Tanya Jawab bersama Masyaikh Markaz Imam Albani pertanyaan ke-7 yang eBooknya dari AbuSalma, dengan mengambil jawaban sesuai dengan pertanyaan.

Download:
Apakah Standar Bid’ah atau Bukan?
Download Word

Lihat pula:
Apa Maksud Mashalih Mursalah

Sholat Sunnah dan Iqomat

Soal:

Apa hukum melakukan sholat sunnah sedangkan iqomat telah dikumandangkan?

Jawab:

Melakukan sholat sunnah setelah iqomat dikumandangkan ada dua kemungkinan:

1. Apabila iqomat telah dikumandangkan, lalu seseorang hendak memulai sholat sunnah, maka ini jelas melanggar larangan Rosululloh صلي الله عليه وسلم sebagaimana sabdanya:

إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ

Apabila telah dikumandangkan iqomat sholat (fardhu), maka tidak ada sholat kecuali sholat fardhu. (HR. Muslim 710) Baca lebih lanjut

Wajibkah Melaksanakan Ibadah Kurban ?

Soal:

Apakah setiap kaum Muslimin itu harus berkurban ? Bolehkah lima orang bersekutu dalam mengurbankan satu binatang kurban ?”

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله menjawab :

Udhhiyyah (hewan kurban) adalah hewan yang disembelih oleh seseorang dalam rangka beribadah kepada Allah عزّوجلّ, pada hari raya Idul Adhha dan tiga hari setelahnya. Ibadah ini termasuk diantara ibadah-ibadah yang paling afdhal (terbaik). Karena Allah عزّوجلّ menyebutkannya beriringan setelah perintah shalat dalam firman-Nya :

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah.” (QS. al-Kautsar/108: 1-2)

Allah عزّوجلّ juga berfirman :

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. al-An’am/6:162-163)

Baca lebih lanjut

Hukum Memutuskan Puasa Qadha’ dan Sunnah

Soal:

Apakah seorang yang berpuasa qadha’ atau sunah boleh memutuskan puasanya?


J
awab:

Syaikh Shalih al-Fauzan menjawab:

Apabila ia berpuasa qadha’ tidak boleh memutuskannya dan wajib menyempurnakannya. Adapun bila berpuasa sunah boleh memutuskan puasanya itu, tidak ada kewajiban untuk menyempurnakan puasa sunah. Pernah suatu hari Nabi صلي الله عليه وسلم masuk rumah dalam keadaan berpuasa sunah lalu menjumpai makanan yang dihadiahkan para sahabat lalu beliau makan. Hal ini menunjukkan bahwa puasa sunah tidak wajib disempurnakan.[]

Disalin dari Majalah Fatawa Vol III/ No.10_1428 H/2007 M, hal. 49.