Hukum Tinggal di Keluarga Penentang Sunnah

Soal:

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika biaya listrik sebuah keluarga, ditanggung oleh anak sulung yang hasilnya berasal dari kerja di bank, bagaimana anggota ketuarga yang lain dalam memanfaatkan listrik di rumah tersebut? Apakah termasuk juga dalam kategori memakan harta yang haram juga? Bagaimana hukumnya tinggal bersama keluarga pemakan harta haram dan penentang Sunnah? Saya takut shalat saya tidak diterima?

628573249xxxx

Jawab:

Uang yang dihasilkan dari bekerja di bank ribawi termasuk harta yang haram likasbihi (karena cara memperolehnya). Uang ini tidak termasuk harta yang haram li’ainihi (karena zatnya), seperti uang curian, bangkai dan minuman memabukkan. Harta yang haram karena zatnya (li’ainihi) tidak boleh dimanfaatkan oleh siapapun. Sedangkan harta yang haram karena cara memperolehnya (likasbihi) hanya haram dipakai oleh orang yang memperolehnya langsung.

Sehubungan dengan pertanyaan, uang itu hanya haram dipakai oleh si anak sulung yang bekerja di bank ribawi. Adapun jika uang itu sampai kepada orang lain dengan cara yang halal, misalnya sebagai hadiah atau nafkah, orang lain boleh memakai uang itu.[1] Dasar hukumnya adalah bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم menerima undangan orang-orang Yahudi dan memakan makanan yang dihidangkan mereka, padahal orang-orang Yahudi pada umumnya berpenghasilan tidak bersih, baik dari riba maupun yang lain.

كَانَ رسول الله صلى الله عليه وسلم يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، وَلا يَأْكُلْ الْصَّدَقَةَ، فَأَهْدَتْ لَهُ يَهُودِيَّةٌ بِحَيْبَرَ شَاةً مَصْلِيَّةً سَمَّتْهَا، فَأَكَلَ رسول الله صلى الله عليه وسلم مِنْهَ

Baca lebih lanjut