Wajib Sholat Bila Suci Sebelum Habis Waktu

Soal:

Seorang wanita kedatangan haid setelah masuk waktu shalat, apakah wajib baglnya mengqadha’ shalat itu jika telah suci, demikian pula jika telah suci sebelum habis waktu shalat?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Pertama: Jika wanita kedatangan haid setelah masuk waktu shalat wajib baginya, jika telah suci, mengqadha’ shalat yang pada waktunya dia haid bila dia belum mengerjakannya sebelum datangnya haid. Berdasarkan sabda Rasulullah:

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصّلاَةَ

“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat itu “.

Jadi, seandainya seorang wanita bisa mengerjakan sekadar satu rakaat dari waktu shalat kemudian dia kedatangan haid sebelum mengerjakannya, maka jika dia suci nanti, wajib mengqadha ‘nya.

Baca lebih lanjut

Waktu Sholat Sunnah Subuh

Soal:

Apakah shalat sunnah rawatib qabliyah Subuh sama dengan shalat sunnah fajar?

Mohammad Dedi
Kec. Cipocok Jaya, Kab. Serang, Banten

 

Jawab:

Ya, sama. Rawatib adalah bentuk jama’ dari ratibah. Artinya, tetap, terus-menerus. Qabliyah, artinya sebelum.

Shalat sunnah rawatib qabliyah Subuh, merupakan istilah para ulama. Artinya, shalat sunnah yang tetap yang dilakukan sebelum Subuh. Karena shalat ini dilakukan pada waktu fajar, yaitu setelah adzan Subuh dan sebelum iqamat Subuh, maka dinamakan shalat sunnah fajar. Tidak ada perbedaan antara keduanya. Namun di dalam hadits-hadits, shalat ini disebut dengan rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar, sebelum Subuh), sebagaimana disebutkan hadits-hadits di bawah ini:

‘Aisyah radhiyallâhu’anha berkata:

لَمْ يَكُنْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى شَيْءٍ مِنْ اَلنَّوَافِلِ أَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْ اَلْفَجْرِ

Tidaklah Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam menjaga sesuatu dari shalat-shalat sunnah lebih daripada penjagaan Beliau terhadap rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar). (HR Bukhari, no. 1163)

Dari ‘Aisyah, dari Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam, Beliau bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْـــرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Rak’atal fajr (dua raka’at waktu fajar), lebih baik daripada dunia dan segala yang ada padanya”. (HR Muslim, no. 725)[]


Sumber majalah-assunnah.com yang menyalin-nya dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus (08-09)/Tahun VIII, Rubrik: Soal-Jawab.

Download:  Download Word

Akhir Waktu Isya

Soal:

Kapan akhir waktu ahalat Isya’? Dan bagaimana dapat mengetahuinya?

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjawab:

Akhir waktu shalat Isya’ yaitu pertengahan malam. Ini diketahui dengan membagi antara terbenam matahari dengan terbit fajar menjadi dua. Paruh pertama merupakan habisnya waktu Isya’ dan paruh malam yang kedua bukan waktunya tetapi merupakan batas antara Isya’ dan Subuh.[]

Disalin dari 52 Persoalan Sekitar Haid, Syaikh ibn Utsaimin, Terbitan Yayasan al-Sofwa Jakarta, hal.30 pertanyaan ke-31.

Batas Waktu Tinggalnya Dajjal di Bumi

Soal:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya: Berapa lama batas waktu tinggalnya Dajjal di muka bumi ?

Jawab:

Lamanya Dajjal tinggal di muka bumi hanya empat puluh hari. Akan tetapi sehari seperti setahun, sehari seperti sebulan dan sehari seperti seminggu. Seluruh hari-hari yang dilaluinya seperti hari-hari yang kita lalui sekarang. Demikianlah yang dituturkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat pernah bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, hari yang seperti setahun ini, apakah cukup shalat sehari saja ?” Beliau menjawab, “Tidak! Kira-kirakanlah saja !”

Perhatikanlah contoh seperti ini agar kita bisa mengambil pelajaran bagaimana para sahabat senantiasa membenarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak mau mentahrif (merubah atau menyelewengkan makna) atau menta’wil atau mengatakan bahwa hari tidak mungkin molor, karena matahari itu senantiasa beredar pada porosnya dan tidak berubah, akan tetapi memanjang lantaran banyak kesulitan yang terjadi pada hari itu atau karena hari itu sungguh melelahkan. Mereka tidak mengatakan demikian sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang sok pintar, akan tetapi membenarkan bahwa hari itu setahunnya juga dua belas bulan secara hakiki tanpa perlu ditahrif ataupun di ta’wil.

Baca lebih lanjut

Membayar Zakat Fithri Sebelum Hari Raya

Soal:

Bolehkah mengeluarkan zakat fithri beberapa hari atau beberapa minggu sebelum waktunya?

Jawab:

Imam al-Albani رحمه الله menjawab:

Tidak dibolehkan, karena bertentangan dengan hikmah yang diinginkan oleh syar’i (Allah dan Rasul-Nya) dalam perintah mengeluarkan zakat fithri, yaitu mencukupi para fuqara’ agar tidak mengemis pada hari ‘Id. Jika dikeluarkan sebelum waktunya, maka tidak diragukan lagi akan hilanglah maksud dan tujuan yang ingin dicapai dengan zakat tersebut. Para fuqara’ akan menggunakannya pada hari diterimanya, sehingga ketika datang hari ‘ied bisa jadi ia tetap faqir dan membutuhkan.

Lebih dari itu adanya alasan hukum yang lebih khusus bagi zakat fithri yaitu: طُهْرَةً لِلصَّائِمِيْنَ “sebagai pembersih dosa bagi orang yang berpuasa”. Hal ini tidak terwujud kecuali sesudah usainya bulan ramadhan. Tujuan zakat fithri bukanlah untuk mencukupi kekurangan dibulan ramadhan, tetapi di hari ‘ied. Kalaupun mungkin ditolerir mereka yang akan bersadaqah sehari atau dua hari sebelum waktunya. Dengan alasan inilah adanya beberapa atsar yang shahih dari sebagian Sahabat bahwa mereka memberi keringanan untuk mengeluarkan zakat fithri sehari atau dua hari sebelumnya. (al-Ashaalah 15/16, hal: 121)


Sumber :
Biografi Syaikh al-Albani, penyusun Ustadz Mubarok Bamuallim, Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i, hal 246-247.

Waktu Sholat Zhuhur Bagi Wanita di Hari Jum’at

Soal:

Assalamualaikum. Ustadz, ada yang mengatakan bahwa ketika hari Jum’at seorang wanita tidak boleh langsung sholat Dzuhur ketika mendengar adzan, namun harus menunggu sampai sholat Jum’at dimulai atau khutbah Jum’at telah selesai. Apakah hal ini. benar, Ustadz?

(Hamba Allah, Bumi Alloh, +628135709xxxx)

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله pernah memfatwakan sebagai berikut: “Boleh bagi wanita sholat Zhuhur jika telah masuk waktu sholat Zhuhur pada hari Jum’at. Namun ada sebagian orang mengumandangkan adzan kedua sebelum masuk waktu Zhuhur. Oleh karena itu seorang wanita tidak boleh sholat Zhuhur pada hari Jum’at kecuali setelah betul-betul yakin telah masuk waktu Zhuhur yang ditandai dengan tergelincirnya matahari.”[] (Majmu’ Fatawa IV/500)


Disalin dari: Majalah Al-Mawaddah Edisi 12 Th. Ke-2 Rojab 1430 H, Rubrik Ulama Berfatwa asuhan Ustadz Abu Bakar al-Atsari خفظه الله, hal.48

Download:
Waktu Sholat Zhuhur Bagi Wanita di Hari Jum’at: DOC atau CHM

Baca pula:
Wanita Sholat Jum’at

Aktivitas Ketika Junub

Soal:

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarakatuh.

Bolehkah makan saat kita sedang junub atau apa yang tidak boleh kita lakukan saat kita sedang junub sedang kita belum mandi wajib. (08527406xxxx)

Jawab:

Wa’alaikumussalam Warohmatulloh Wabarokatuh.

Seorang yang dalam keadaan junub disyaria’atkan untuk mandi janabah, karena dia harus melakukan ibadah wajib (seperti sholat) yang disyaratkan di dalamnya suci dari hadats kecil dan besar. Apabila seseorang yang sedang junub belum mandi, maka tidak ada perkara yang dilarang kecuali apa yang dilarang oleh Alloh عزّوجلّ dan Rosul-Nya, di antara larangan itu adalah:

1. Sholat, sebagaimana sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُورٍ

“Sholat tidak akan diterima tanpa bersuci.” (HR. Muslim 1/204)

2. Menyentuh mushhaf al-Qur’an, sebagaimana sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:

لاَيَـمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

“Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. Daruquthni 1/122, Baihaqi 1/88, Thobroni 9/33, dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwa’al-Gholil 122)

3.  Membaca al-Qur’an, sebagaimana dalam hadits:

عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقْرِئُنَا اَلْقُرْآنَ مَا لَـمْ يَكُنْ جُنُبًا

Dari Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه berkata: “Adalah Rosululloh صلي الله عليه وسلم membacakan kepada kami al-Qur’an kecuali ketika junub. (HR. Abu Dawud 229, Nasa’i 1/144, Tirmidzi 146, Ibnu Majah 594, Ibnu Hibban 799, Ahmad 1/83)[1]

4.  Tinggal di masjid, adapun sekedar lewat karena suatu kebutuhan maka boleh, sebagaimana firman-Nya:

وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

“….jangan masuk masjid sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS. an-Nisa[4]: 43)

Adapun perbuatan lain selama tidak ada dalil larangannya maka boleh dilakukan walaupun sedang junub seperti makan, minum, berdzikir (selain membaca al-Qur’an) dan lainnya, Allohu a’lam.[][2]


[1] Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi, Ibnu Hajar, dan dishohihkan oleh Ibnu Hibban, juga dihasankan oleh Syaikh Bin Baz رحمه الله (dalam Hasyiyahnya terhadap Bulughul Marom hlm. 124), Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله (dalam Syarh Bulughul Marom hadits no. 101), Akan tetapi hadits ini di dho’ifkan oleh al-Albani رحمه الله dalam Irwa al-Gholil 2/241. Pada sanad hadits ini ada perowi bernama Abdulloh bin Salamah diperselisihkan oleh para ulama tentang kelemahan hafalannya, dan pendapat yang kuat adalah yang mengatakan hadits ini Hasan karena dikuatkan oleh hadits lain yang semakna, Allohu A’lam (Lihat keterangan penguat hadits ini dalam Taudhihul Ahkam dalam Syarh hadits no. 101)
[2]
Masalah nomor 2 dan 4 termasuk masalah yang diperselisihkan ulama, dan insya Alloh yang kami paparkan di atas adalah yang rojih dan yang lebih berhati-hati.

Sumber:
Majalah Al-Furqon, No.80 Ed.10 Th. Ke-7 Jumada ula 1429/2008, Rubrik Soal-Jawab hal.4-5