Soal:
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarakatuh.
Ustadz saya mau bertanya, apakah benar ‘wali Alloh’ itu lebih utama dari para Nabi dan Rosul, dengan dalil bahwa Khidhir lebih utama dari Nabi Musa عليه السلام. x(08193103xxxx)
Jawab:
Wa’alaikumussalam Warohmatulloh Wabarokatuh.
Keyakinan yang disebutkan di atas termasuk keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islam. Aqidah Islam yang benar adalah para Nabi dan Rosul lebih utama dari pada hamba Alloh عزّوجلّ yang sholih, demikian juga aqidah yang benar adalah Nabi Musa عليه السلام lebih utama dan lebih mulia daripada Khidhir hal ini dikuatkan dengan beberapa hal, di antaranya:
- Musa عليه السلام adalah seorang Nabi dan Rosul utusan Alloh, bahkan termasuk ulul azmi dari para Rosul, hal ini disepakati oleh semua ulama. Sedangkan Khidhir, maka masih diperselisihkan keberadaannya sebagai Nabi ataukah bukan, kemudian telah disepakati oleh ulama bahwa Khidhir bukan termasuk Rosul
- Nabi Musa عليه السلام memiliki banyak mukjizat yang tidak dimiliki oleh Khidhir, di antara yang terbesar adalah Alloh عزّوجلّ menurunkannya kitab Taurot kepada Nabi Musa, cukuplah keutamaan Musa atas Khidhir dari firman-Nya:
قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ
“Alloh عزّوجلّ berfirman: “Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyu-kur.” (QS. al-A’rof[7]: 144).
Kisah Khidhir bersama Nabi Musa tidak dapat dijadikan dalil bahwa Khidhir lebih utama dan lebih mulia dari Nabi Musa, sebab kisah itu terjadi sebagai ujian Alloh terhadap Nabi Musa عليه السلام, dan sebagai teguran Alloh kepada Nabi Musa عليه السلام, tatkala dia mengatakan dirinyalah yang paling pandai di dunia ini (ketika ditanya siapakah manusia yang paling pandai di dunia ini). Lalu Alloh mengujinya dengan dipertemukan kepada Khidhir supaya Nabi Musa menyadari bahwa tidak selayaknya mengatakan demikian. Lihat kisah yang sangat menarik ini dalam QS. al-Kahfi 60-82, dan dalam HR. Bukhori 121, lihat pula keterangan kisah ini oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 1/ 287-293.[]
Sumber:
Majalah Al-Furqon, No.80 Ed.10 Th. Ke-7 Jumada ula 1429/2008, Rubrik Soal-Jawab hal.4