Zakat Fithri Pakai Uang Haruskah Diulangi?

Soal:

Saya sebelum mengenal sunnah, membayar zakat [fitrah] selalu pakai uang, malah kadang-kadang seminggu masuk ramadhan udah bayar zakat fitrah, karena takut lupa, yang ingin saya tanyakan kata nabi harusnya berupa makanan, nah bagaimana yang telah saya lakukan, apakah harus diulang?

Jawab:

Seseorang beramal hendaklah dengan ilmu, maka tergantung penanya tadi, kalau dia selama ini berdasarkan ilmu yang dia dapatkan dari gurunya dan ustaznya atau salah satu lembaga, dan kewajiban dia sebagai orang biasa sudah selesai, karena Allah mengatakan:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Baca lebih lanjut

Bolehkah Zakat Fithri Diganti Uang?

Soal:

Apakah boleh menggantikan zakat fitrah yang asalnya adalah makanan pokok dengan uang dengan alasan lebih bermanfaat ?

Jawab:

Lebih bermanfaat dan tidaknya kita kembalikan kepada syariat, karena apa yang telah disyariatkan pastilah itu mashlahat, dan apa yang telah dilarang syariat pastilah mengandung kerusakan, apakah anda tahu atau tidak, maka ketahuilah bahwa Allah yang membuat syariat ini mengetahuinya, bila anda tidak tahu maka cari tahu dengan baik, bila anda tidak tahu maka menyerahlah dan tunduklah pada kebesaran Allah yang telah menurunkan syariat ini kepada kita.

Kita lihat dari tinjaun syariat dalam hadist-hadist Rasullah Shalallahu Alaihi Wasallam jelas bahwa zakat fitrah atas diri seseorang yaitu satu sho’ dengan makanan pokok negara arab, dan dalam hadist yang lain :

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ

Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah sebanyak 1 sha’ gandum atau 1 sha’ kurma” (HR. Bukhari).

Baca lebih lanjut

Zakat Tabungan di Bank

Soal:

Saya mempunyai tabungan yang tidak bisa di ambil kecuali pada jatuh tempo, apakah bisa saya membayar zakat dari uang yang lain?

Jawab:

Tabungan itu adalah bentuknya pinjaman karena hakikatnya kita tidak menitipkan uang pada uang lembaga tersebut, walaupun kita menamakannya tabungan atau titipan, akan tetapi dalam tinjauan syariat islam adalah pinjaman, karena kalau titipkan, kita letakkan pada orang yang amanah dia tidak boleh menggunakannya sama sekali, tetapi kalau pinjaman kita berikan kepada seseorang nanti dia bukan mengembalikan zat/fisik yang kita berikan akan tetapi gantinya, inilah yang dinamakan dengan qard (pinjaman), baik tabungan yang berjangka maupun tidak, inilah yang dikatakan ulama kita mereka sepakat dalam pertemuan internasional mengharamkan bunga atau tambahan dari tabungan ini, karena pinjaman ketika kita berikan pada bank kemudian bank memberikan tambahan atau bunga, maka inilah yang dinamakan pinjaman yang memberikan tambahan/bunga.

Baca lebih lanjut

Memberi Hadiah Kepada Anak-anak di Hari Raya

Soal:

Kami punya anak-anak kecil. Di negara kami telah terbiasa pada hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha memberikan anak-anak kecil apa yang dinamakan dengan ‘Idiyyah’ yaitu uang kecil, agar mereka bergembira. Apakah pemberian hadiah semacam ini termasuk bid’ah atau tidak ada apa-apa?.

Jawab:

Alhamdulillah.

Tidak apa-apa hal itu. bahkan itu termasuk kebiasaan yang baik, memberi kegembiraan kepada orang Islam. Baik dewasa maupun anak-anak. Dimana hal itu termasuk urusan yang dianjurkan oleh agama.

Wabillahit taufik, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya. Selesai.[]

Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta’

Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Abdul Aziz Ali Syaikh, Syaikh Sholeh al-Fauzan, Syaikh Bakr Abu Zaid.


Disalin dari IslamHouse.Com

Download:  Download Word

Saya Diberi Uang Lembur

Soal:

Saya bekerja di salah satu kantor pemerintahan. Terkadang kami diberi uang lembur dari kantor kami tanpa diberi tugas di luar waktu kerja tersebut dan tanpa harus datang ke kantor. Mereka menganggapnya sebagai gaji bagi para pegawai dari waktu ke waktu. Sedangkan pimpinan kantorpun mengetahui dan membiarkan hal tersebut.

Kami mohon diberikan jawaban atas hal ini, apakah boleh kami menerima uang tersebut. Jazakumullah Khairan? Apabila tidak diperboleh-kan, apa yang harus saya kerjakan atas uang yang saya terima, sedangkan saya sendiri telah menggunakan uang tersebut. Jazakumullah khairan?

Jawab: Baca lebih lanjut

Arisan Pegawai

Soal:

Di setiap akhir bulan, sekelompok para guru mengumpulkan sejumlah uang yang diambil dari gaji mereka untuk diberikan kepada seseorang dari mereka. Di bulan kedua diberi-kan kepada orang yang lain dan seterusnya sampai semua anggota menerima bagian masing-masing. Sebagian orang menamakannya arisan. Apa hukum syar’i dalam masalah tersebut?

Jawab:

Syaikh bin Baz رحمه الله menjawab:

Tidak mengapa melakukan hal tersebut, karena hal ini termasuk pinjaman yang tidak mengandung mempersyaratkan kepada seseorang untuk memberikan tambahan. Majlis Kibaar Al-Ulamaa telah meneliti masalah ini dan mayoritas anggotanya menetapkan dibolehkannya masalah tersebut karena di dalamnya mengandung kemashlahatan bagi semua anggota, tanpa ada madharatnya. Wallahu waliyyut taufiq. (Fatawa ‘Ulamaa Al-Balad Al-Haram hal. 841)


Disalin dari: Fatwa-fatwa Bagi Pegawai, terbitan at-Tibyan Solo, hal. 74

Download:
Arisan Pegawai: DOC atau CHM

Uang Tip: Bolehkah?

Soal:

Aku bekerja di sebuah perusahaan jasa dengan gaji bulanan yang tetap. Akan tetapi tatkala aku pergi ke tempat salah seorang konsumen untuk memperbaiki beberapa peralatannya dia memberiku upah tambahan, dan aku telah menolaknya akan tetapi mereka terus memaksaku untuk mengambilnya, apakah yang harus aku perbuat?

Jawab:

Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله menjawab:

Yang waro’ adalah engkau jangan mengambil uang tersebut dan tinggalkanlah, karena Nabi pernah mengutus seorang pemungut harta shodaqoh -Abdulloh bin Lutaibah- sekembalinya dari mengambil harta shodaqoh dia mengatakan: “Ini bagian untukmu dan sebagian ini telah dihadiahkan untukku.” Maka nabi صلي الله عليه وسلم berkhutbah mengingkari hal tersebut, seraya bersabda:

أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا

Mengapa ia tidak duduk saja dirumah bapak atau ibnunya, sehingga ia dapat melihat adakah yang datang menghadiahkan kepadanya ataukah tidak??!! ” (HR. Bukhori 2597, Muslim 1832) Baca lebih lanjut

Beli Al-Qur’an Dengan Uang Zakat

Soal:

Ada suatu organisasi di tempat kami yang mengumpulkan zakat kaum muslimin dari anggotanya. Lalu, setelah terkumpul, uang zakat ini dibelikan mushaf al-Qur’an dan dijadikan sebagai wakaf di masjid-masjid yang belum terdapat mushaf al-Qur’annya. Apakan ini dibenarkan? Mohon penjelasannya. Terima kasih. (Hamba Alloh, Sidoarjo)

Jawab:

Alloh سبحانه و تعالي telah membatasi para penerima zakat sebanyak delapan golongan saja (lihat QS. at-Taubah [9]: 60).[1] Demikianlah yang dikatakan semua ulama salaf. Bahkan seakan-akan merupakan kesepakatan para ulama[2] bahwa zakat tidak boleh disalurkan untuk selain delapan golongan tersebut. Dari sini kita ketahui bahwa zakat tidak boleh dibelikan mushaf lalu diwakafkan, kecuali jika zakat tersebut telah diberikan kepada salah satu golongan yang berhak zakat, kemudian dia membeli mushaf (dengan uang dari zakat) lalu diwakafkan, maka ini dibolehkan karena dia telah berhak memanfaatkan apa yang dia miliki.

Adapun berdalil dengan firman-Nya: وَفِي سَبِيلِ اللّهِ (untuk jalan Alloh). Makna “untuk jalan Alloh” adalah untuk para mujahid yang berjihad fi sabilillah (di jalan Alloh). Demikianlah makna ayat tersebut menurut para ulama terdahulu, sebab jika “fi sabilillah” diartikan segala perkara kebajikan di jalan Alloh, maka tidak ada gunanya Alloh membatasi delapan golongan. Adapun sebagian orang belakangan berpendapat boleh untuk kepentingan semua jenis jalan Alloh (segala bentuk kebajikan), maka pendapat ini sangat lemah dan menyelisihi kesepakatan ulama salaf, maka pendapatnya tertolak.[3] (Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM خفظه الله)


[1] Teks Ayat:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. at-Taubah [9]: 60)-Ibnu Majjah

[2] Lihat Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah karya Syaikh Ibnu Baz : 14/294 dan 300

[3] Lihat Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu’ Fatawa wa Maqolat Mutanawwi’ah: 14/297

Sumber:
Majalah Al-Furqon, Ed.7 Th. Ke-10 Sofar 1432/2011, Rubrik Soal-Jawab dengan judul “Beli Mushaf Dengan Uang Zakat