Apa Definisi Anak Yatim

Soal:

Assalamu’alaikum, Ustadz, mohon diulas definisi anak yatim. Misalnya, bapak biologis dari anak hasil zina meninggal dunia atau kabur atau pergi meninggalkan anak yang masih kecil, apakah itu disebut anak yatim?

Bagaimana pula dengan anak yang ditinggal mati oleh ibunya, apakah juga disebut anak yatim? Dan sampai kapankah status yatim itu masih berlaku? Terima kasih.

(Soewadji, Pondok Bambu RT 010/07 No.20 Jakarta Timur).
+628787898xxxx

Jawab:

Dalam bahasa Arab, kata yatim/yatimah berarti anak kecil yang kehilangan (ditinggal mati) ayahnya.[1] Begitu juga dalam istilah agama maknanya sama, tidak mengalami perubahan.[2] Batasannya adalah sampai dia dewasa (baligh), sebagaimana penjelasan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

لَا يُتْمَ بَعْدَ احْتِلَامٍ

Tidak ada keyatiman setelah mimpi (Sunan Abu Dawud, no. 2873 dan dihukumi shahih oleh syaikh al-Albani)

Yang dimaksud dengan mimpi dalam hadits ini adalah mimpi basah yang merupakan penanda baligh. Termasuk dalam hukum ini juga penanda baligh yang lain, yakni tumbuhnya rambut kemaluan atau sudah mencapai umur 15 tahun, juga haid bagi wanita.[3]

Baca lebih lanjut

Menerima Darah Orang Kafir

Soal:

Assalamualaikum, bagaimana hukumnya apabila seorang Muslim yang sedang sakit memerlukan tambahan darah dan dia menerima darah dari pendonor yang bukan Muslim atau yang terbiasa mengkonsumsi harta haram, karena sekarang ini saya melihat di PMI apabila sedang melakukan donor darah banyak terlihat pendonor kafir yang turut serta melakukan donor darah. Apakah di PMI dibedakan darah pendonor Muslim dan non muslim, mohon penjelasan! Jazakumullah khairan.

Iwan SM – kota Depok Jawa Barat

+62812836xxxx

Jawab:

Wa’alaikum salam warahmatullah.

 Tidak semua yang berhubungan dengan non-Muslim diharamkan atas umat Islam. Kita tidak dilarang untuk bermuamalah dengan baik kepada mereka selagi mereka tidak memerangi kita. Kita boleh memakan sembelihan ahlul kitab dan menerima hadiah dari orang kafir, meskipun mereka tidak peduli dengan kehalalan penghasilan mereka.

Begitu juga jika seorang Muslim yang membutuhkan transfusi darah untuk keselamatan dan kesehatannya, dia boleh melakukan transfusi darah dari orang lain, bahkan dari seorang kafir. Kebiasaan mereka mengkonsumsi barang haram tidak membuat darah mereka tidak boleh ditransfusi ke tubuh Muslim. Demikian para Ulama masa kini memfatwakan bolehnya transfusi darah jika diperlukan, termasuk darah dari non-muslim, bahkan kafir harbi sekalipun. Syaratnya, transfusi itu tidak menimbulkan bahaya bagi pasien yang Muslim.[1]

Dan insya Allah lembaga penyelenggara donor darah yang ditunjuk pemerintah kita sudah punya standar yang ketat tentang siapa pendonor yang layak untuk mendonorkan darahnya.[]

Disalin dari Majalah As-Sunnah Ed. 06 Th. XX_1437H/2016M, Rubrik Soal-Jawab hal.5-6.


[1]     Lihat:  Fatawa  al-Lajnah ad-Da’imah, 25/66-68.

Bolehkah Anak Kecil Satu Shaf Dengan Orang Dewasa

Soal:

Assalamualaikum. Saya Muhammad di Medan. Ustadz, di masjid di kampung saya, jika shalat berjamaah maka anak-anak dilarang bershaf atau satu shaf dengan orang-orang yang sudah dewasa. Mereka berasalan, anak-anak itu belum dikhitan. Kalaupun boleh, maka anak-anak itu dibariskan disebelah kiri shaf agar shaf tidak terputus sebab anak-anak tersebut belum dikhitan. Benarkah pemahaman seperti ini? Mohon dijelaskan ustadz! Jazakumullah khairan.

+628227436xxxx

Jawab:

Wa’alaikum salam warahmatullah.

Dalam shalat jamaah, anak-anak diperlakukan seperti jamaah shalat dewasa. Seperti itulah contoh yang diberikan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Di antaranya, saat Beliau صلى الله عليه وسلم shalat di rumah Anas bin Malik  رضي الله عنه. Anas mengisahkan:

فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا فَصَلَّى لَنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ

Maka saya bangkit menuju tikar kami yang sudah menghitam karena sudah lama dipakai, lalu saya perciki air, dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat di atasnya. Saya dan si yatim membuat shaf di belakang Beliau صلى الله عليه وسلم, dan ibu tua di belakang kami. Beliau صلى الله عليه وسلم shalat dua rakaat untuk kami, kemudian pulang. (HR. Al-Bukhari, no. 380 dan Muslim, no. 658)

Tidaklah seseorang itu disebut yatim kecuali jika dia masih anak-anak. Jika dikatakan haditsnya tidak tegas karena Anas bin Malik juga masih kecil, maka dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم menempatkan Anas  رضي الله عنه  di samping kanan Beliau (tidak di belakang), sebagaimana Ibnu Abbas رضي الله عنهما juga pernah diperlakukan begitu. Intinya, Nabi صلى الله عليه وسلم tidak memperlakukan mereka secara khusus.

Al-Khathib asy-Syarbini asy-Syafi’i رحمه الله mengatakan, “Jika anak-anak kecil hadir lebih dulu, mereka tidak boleh dimundurkan untuk kemudian tempat mereka diberikan kepada orang dewasa yang datang kemudian. Begitu pula jika mereka lebih dahulu menempati shaf pertama, mereka lebih berhak menurut pendapat yang lebih kuat.”[1]

Baca lebih lanjut

Sholat Orang yang Masbuq, Jika Imam Kelebihan Rakaat

Soal:

Apabila ada seseorang yang shalat dibelakang imam, misalnya shalat Zhuhur. Orang ini datang terlambat sehingga tertinggal satu raka’at dari imam. Saat itu, imam lupa dalam shalatnya dan menambah raka’at kelima. Pertanyaannya, jika dia tahu bahwa imam tadi lupa, apakah makmum yang tertinggal satu raka’at itu harus menambah satu raka’at setelah imam salam ataukah dia cukup dengan empat raka’at yang dikerjakan bersama imam tadi? Mohon penjelasan! jazakumullah khairan.

Jawab:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله menjawab:

Pendapat yang shahih (benar) dalam masalah ini adalah orang yang masbuq (tertinggal shalat berjama’ah-red) dalam keadaan seperti ini tidak perlu menambah satu raka’atnya yang tertinggal setelah sempurna shalatnya. Karena sang imam, ketika dia shalat lima raka’at dalam keadaan lupa, shalatnya tetap sah, karena memiliki udzur. Sedangkan makmum yang masbuq ini, jika dia menambahkan satu raka’at setelah imamnya salam, berarti dia telah melakukan shalat (Zhuhur-red) lima raka’at secara sengaja, ini menyebabkan shalatnya batal. Namun jika dia ikut salam bersama imam, berarti dia telah melakukan ibadah shalat (Zhuhur-red) sempurna empat raka’at. Inilah yang wajib atasnya. Baca lebih lanjut

Apakah Orang Yang Bunuh Diri Dishalatkan?

Soal:

Saya mau bertanya, apakah orang yang meninggal karena bunuh diri wajib disolatkan? Karena Nabi shallallahu ‘alaihiwasallam kan pernah tidak bersedia menyolatkan sahabatnya yang meninggal karena masih punya hutang dan baru bersedia menyolatkan jenazah tersebut setelah hutang tersebut dibayar oleh sahabat yang lain. (P.G Budi)

Jawab:

Alhamdulillah, washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillah.

Tidak kita ragukan lagi bahwa bunuh diri termasuk dosa besar. Alloh ta’aalaa berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS.an-Nisaa: 29).

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا

Barangsiapa minum racun lalu mati, maka racunnya akan berada di tangannya, dia akan meneguknya pada hari kiamat di neraka jahannam dan dia kekal selama-lamanya. (HR.Bukhari: 5778, Muslim: 109)

Apakah orang yang bunuh diri boleh dishalatkan?

Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini hingga terpolar menjadi tiga pendapat;

Baca lebih lanjut

Menyimpan Al-Quran di Dalam Handphone (HP)

Soal:

Assalamualaikum, moga dalam baik,

Langsung saja, ustadz bagaimana hukumnya al quran yang ada di HP? (Baik itu berupa gambar, tulisan maupun suara)? jazakumullähu khairan (Bapa)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuhu.

Saya tidak mengetahui dalil atau alasan yang melarang menyimpan Al-Quran di dalam handphone. Menurut saya sama hukumnya dengan menyimpannya di dalam komputer.

Dan yang saya simpulkan dari fatwa Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan adalah membolehkan menyimpan mushhaf Al-Quran di dalam HP dan membaca darinya. (Fatwa beliau bisa di dengar disini: http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/FatawaSearch/tabid/70/Default.aspx?PageID=5321 )

Hanya yang perlu diperhatikan, jangan menggunakan Al-Quran sebagai nada dering karena Al-Quran tidak diturunkan untuk yang demikian, dan ini bukan termasuk memuliakan syiar-syiar Allah.

B Baca lebih lanjut

Hukum Menggunakan Gigi Palsu/Buatan

Soal:

Assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarakatuh.

Ya ustadz, ana ingin bertanya tentang hukum menggunakan gigi palsu. Yaitu mengganti gigi yang telah dicabut karena busuk/berlobang dengan gigi palsu yang mirip. Apakah boleh? Ataukah harus diganti dengan gigi terbuat dari emas saja? Terima kasih atas tanggapannya. (Aisyah)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bagi wanita diperbolehkan menggunakan gigi palsu dari bahan yang diperbolehkan secara syar’i , baik dari emas atau yang lain, baik untuk berhias atau berobat, karena keumuman hadist yang membolehkan wanita berhias dengan emas dan juga keumuman perintah untuk berobat, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ تعالى لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah kalian, sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu kematian” (HR.Abu Dawud, At-tirmidzy, dan Ibnu Majah, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)

Baca lebih lanjut

Kafirnya Sekte Baha’iyyah

KEPUTUSAN MAJMA’ FIQIH ISLAMI Dl JEDDAH PADA JUMADIL AKHIR 1408 H, KEPUTUSAN NO: 34/9/4 TENTANG SEKTE BAHA’IYYAH[1]

 

اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُـحَمَّدٍ خَاتَـمِ النَّبِيِّيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ

Sesungguhnya Majlis Majma’ Fiqih Islami yang diselenggarakan dalam sidang rapat keempat di Jeddah, Kerajaan Arab Saudi pada 18-23 Jumadal Akhir 1408 H/6-11 Februari 1988 M.

Berangkat dari keputusan Muktamar Islami yang kelima yang diselenggarakan di negara Kuwait pada 26-29 Jumadal Ula 1407 H/26-29 Januari 1987 M yang menghimbau Majma’ Fiqih Islami untuk menerbitkan pandangannya tentang aliran dan sekte sesat yang bertentangan dengan ajaran al-Qur’an yang mulia dan sunnah yang suci.

Mempertimbangkan bahwa kegiatan-kegiatan Baha’iyyah sangat berbahaya bagi umat Islam, terlebih sekte ini mendapat dukungan dana dari negara-negara kafir yang memusuhi Islam.

Baca lebih lanjut

Kesesatan Sekte Baha’iyyah dan Babiyyah

KEPUTUSAN MAJLIS FIQIH DI MAKKAH PADA BULAN SYA’BAN 1398 H

 

اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ

Majlis Majma’ Fiqih mengkaji tentang sekte Baha’iyyah yang muncul di negeri Iran pada separuh abad yang lalu, dan dianut oleh sekelompok manusia di berbagai belahan negeri Islam dan non-Islam hingga sekarang.

Majlis telah mempelajari penelitian dan tulisan para ulama dan para penulis yang mengetahui hakikat sekte ini, perkembangannya, ajarannya, kitab panduannya, dan latar belakang pendirinya yang bernama Mirza Husain Ali al-Mazindarani, lahir pada 20 Muharram 1233 H/12 November 1817 M, serta sepak terjang para pengikutnya, juga khalifah pengganti setelahnya yaitu anaknya yang bemama Abbas Efendi yang disebut dengan Abdul Baha’ serta kegiatan-kegiatan dan ritual-ritual keagamaan yang mereka selenggarakan.

Setelah merapatkan masalah ini dan penelitian terhadap sumber dan referensi yang valid, bahkan kajian terhadap kitab-kitab pedoman mereka sendiri, Majlis menyimpulkan sebagai berikut:

Baca lebih lanjut

Apakah Suami Wajib Mengeluarkan Zakat Perhiasan Istri?

Soal:

Haruskah suami mengeluarkan zakat untuk perhiasan istrinya?

Jawab:

Syaikh bin Baz  رحمه الله menjawab:

Dia tidak harus mengeluarkan zakatnya, namun jika dia mau membantu dan istrinya ridla maka tidak masalah. pada dasarnya kewajiban zakat perhiasan itu atas dirinya, karena dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dialah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya dan bukan suaminya.[]

Disalin dari Risalah Pilihan, Karya Syekh Bin Baaz, hal. 131.